2017-10-30

Ajaran Makrifat Jawa: Penjelasan Wirid Kesempurnaan


Wirid ini merupakan ajaran ilmu ma’rifat yang berisi hakikat hidup, agar bijaksana terhadap kesempurnaan sangkan paran dan kemudian keadaan jati. Bersumber dari firman Allah, tempat permusyawaratannya dan berkumpulnya para nabi di Bukit Lawet, yakni tempat sewaktu Nabi Muhammad SAW mengajari Sayyidina Ali.

Oleh karena itu, semua bukit yang berdekatan dengan Bukit Lawet condong kearahnya untuk turut mendengarkan ajaran rahasia ghoib. 

Dahulu, hal ini sangat dirahasiakan dan menjadi larangan para waliyullah di pulau Jawa. Sekarang rasa ghoib hakikat hidup ini dibukakan semua, agar menjadi bijaksana terhadap kesempurnaan pati serta kemuliaan keadaan jati dalam alam baka. Jangan sampai tersesat dalam alam penasaran.

Keterangannya adalah sebagai berikut:
  1. Terangnya pati, artinya yang telah mengawasi Wujud Allah. Yang pertama kali memiliki kekuasaan.
  2. Gelapnya pati, artinya yang telah binasa, hanya tinggal Dzat semata. Jadi selalu sadar bahwa gerak-geriknya disertai kehendak Dzat Allah.
  3. Yang dibawa mati, artinya anugerah yang tanpa akhir, sempurna segala-segalanya.
  4. Teman mati, artinya mendapat anugerah Allah sempurna pada badannya.
  5. Rahsanya pati, artinya yang diperhatikan oleh gurunya. Yaitu yang telah mengetahui rahsa hidayat. Pangkal kematian itu adalah Dzatullah, yang ada pada nikmatullah.
  6. Yang menemukan pati artinya yang telah siap berkuasa untuk dapat tegak hidupnya.
  7. Parannya pati, artinya yang telah terhisap dalam Dzat Allah. Yang telah manunggal dalam Dzat Allah di alam baka.
  8. Mengamalkan anugerah pati, artinya berada dalam kekekalan hukum Dzat Allah karena lenyapnya sifat mahluk. Yang ada hanya Dzat Allah.
Juga harus mengetahui empat perkara tentang mati sebagai berikut:
  1. Mati nafsunya, artinya sebagaiman firman Allah Ta’ala yang artinya “setiap nafsu akan merasakan mati”.
  2. Mati ruhnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya “yang hilang rahsanya”.
  3. Mati ilmunya, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya ”yang mati atau yang berkurang imannya”.
  4. Mati hatinya, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya “yang mati ucapannya dengan lisan”.
Selain itu juga hendaknya mengetahui hal-hal yang bersifat hukum, sebagaimana tersebut dibawah ini:
  1. Jalan pati 
  2. Bertemunya pati 
  3. Kedudukan pati  
  4. Tempatnya pati
Empat perkara diatas harus diketahui agar dibukakan ghoib-Nya Dzat yang Maha Suci, sebagaimana uraian bawah ini.

Jalan pati itu adalah hidayatullah yang menunjukkan istana yang telah diatur serta hakikat hidup yang ada pada manusia.

Kedudukan pati itu adalah petunjuk Allah Ta’ala yakni selamat dalam keadaan jati. Artinya yang bijaksana terhadap kesempurnaan sangkan paran.

Bertemunya pati adalah tawakal. Artinya berserah diri hanya kepada Allah Ta’ala. Bertemunya pati itu juga merupakan Iradat Allah.

Perkara pati adalah perbuatan Allah Ta’ala, Artinya ini merupakan kesempurnaan Dzat yang bersifat Esa.

Dan juga harus mengetahui tentang masalah syahadat tanpa iman, takbir tanpa tauhid dan sekarat tanpa ma’rifat.

Syahadat tanpa iman artinya kenyataan tunggal.

Takbir tanpa tauhid artinya hilangnya tanggal, tenggelam, dalam Dzat Allah. Itulah nyata Manunggal atau kembalinya perbuatan Allah menjadi manunggal. Demikian itulah keadaan orang yang telah tenggelam dalam sifat Allah, artinya sempurna sukmanya.

Adapun tentang sifat dan perilaku ruh, ia keluar dari badan. 

Mula-mula dari telapak kaki, bacaannya adalah La syukri lillah. Lalu keluar lagi ruh dan berhenti di lutut, bacaannya ilullah. Lalu keluar lagi ruh dan berhenti dipuser, bacaannya La maujun illallah. Lalu keluar lagi ruh dan berhenti di hati, bacannya Yahu ilullah. Lalu keluar lagi ruh dan berhenti di leher, bacaannya Yuwa ilallah. Lalu keluar lagi ruh dan berhenti di muka, bacaannya Ehak ilallah. Lalu keluar lagi ruh dan berhenti di mata, bacaannya adalah ucapkanlah, nyawa adalah anugerah, pergilah dari badan. 

Tanda-tanda ma’rifat itu ada enam.

Kelihatan jaman ciptanya keadaan jati yang berwarna hitam. Artinya, jaman telah keluar dari badan kita, tetapi apabila salah pengertian dapat menjadi sesat karena penasaran.

Melihat warna merah, artinya masih dalam perbuatan samar.

Melihat warna kuning, artinya menggoda yakni menyamar sebagai yang sejati. Jika mata terburu-buru untuk tertarik, maka akan terjerumus dalam perbuatan yang salah.

Melihat warna seta, artinya cahaya putih. Semuanya telah terkumpul menjadi suatu keadaan, yang berkilauan tanpa bayangan dalam keadaan jati. Sempurna, terang benderang, tidak kurang dalam pengertian. Namun itu pun bukan sesungguhnya yang diatur dalam keadaan jati. Ibaratnya, ini sudah dekat dengan ajaran para waliyullah, tetapi sebenarnya masih jauh yakni belum sama dengan ajaran rahsa ghoib. Jadi hendaklah mengamalkan seperti yang tersebut dalam isi badan secara keseluruhan. 

Seperti meng-iman-i, artinya meyakini, yang dipercaya adalah Kodratnya. Arti Kodrat adalah kuasa. Lalu ber-Tauhid, yang artinya meng-esa-kan yakni berserah diri pada iradat-Nya. Arti Iradat adalah kehendak. Lalu Ma’rifat, artinya bijaksana dalam ilmunya. Dan Islam, artinya yang sudah selamat dalam keadaan jati.

Melihat warna sejati yang samar sifatnya. Itulah hakikat manunggal dalam keadaan jati. Menjadi sebesar lada yang dihaluskan, kembali pada sukma-Ku. Ibarat telah terang manunggal-Ku pada keadaan yang Maha Mulia yang tiada terbatas selama-lamanya.

Kesempurnaan ajaran para waliyullah itu atau anugerah Allah Ta’ala. Ajaran ini masih dirahasiakan dan menjadi larangan para wali yang menunjukkan tempat istana yang agung. Hanya diperbolehkan melalui petunjuknya dan diterima dengan telinga kiri. (Selanjutnya - Ajaran Wali Songo Tentang Hakekat Hidup)

KOMENTAR