2025-07-06

Kontroversi Jalan Cinta Al Hallaj


Abul Mughist al Husain bin Manshur al Hallaj adalah tokoh yang paling kontroversial di dalam sejarah mistisisme Islam, ia lahir kira-kira tahun 244 H/858 M di dekat kota al Baiza di propinsi Fars. Al Hallaj sangat sering melakukan pengembaraan, mula-mula ke Tustar dan Baghdad, kemudian ke Makkah, dan sesudah itu ke Khuzistan, Khurasan, Transoxiana, Sistan, India dan Turkistan. Terakhir sekali ia kembali ke kota Baghdad, tetapi karena khutbah-khutbahnya yang berani mengenai bersatunya manusia dengan Allah, ia dipenjarakan dengan tuduhan telah menyebarkan faham inkarnasionisme. Al Hallaj dijatuhi hukuman mati dan hukuman ini secara kejam telah dilaksanakan pada tanggal 29 Zulkaidah 309 H atau 28 Maret 913 M. ia menulis beberapa buah buku dan syair-syair yang banyak jumlahnya. Di dalam legenda Muslim, al Hallaj tampil sebagai prototip dari seorang pencinta yang mabuk dan tergila-gila kepada Allah.

Pengembaraan Al Hallaj

Husain al Mansyur, yang dijuluki al Hallaj (pemangkas Bulu Domba), mula-mula pergi ke Tustar dan ia mengabdi kepada Sahl bin Abdullah selama dua tahun. Setelah itu ia pindah ke Baghdad. Ia memulai pengembaraannya ketika ia berusia delapan belas tahun.

Setelah itu ia pergi ke Bashrah dan mengikuti 'Amr bin 'Utsman selama delapan belas bulan. Ya'qub bin Aqtha menikahkan puterinya kepada Hallaj, dan setelah pernikahan itu 'Amr bin 'Utsman tidak senang kepadanya. Maka Hallaj meninggalkan kota Bashrah dan pergi ke Baghdad mengunjungi Junaid. Junaid menyuruh Hallaj berdiam diri dan menyendiri. Setelah beberapa lama menjadi murid Junaid ia pergi ke Hijaz. Dia tinggal di kota Makkah selama setahun, kemudian kembali ke Baghdad. Bersama sekelompok sufi, ia mendengarkan ceramah-ceramah Junaid dan mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak dijawab oleh Junaid.

"Akan tetapi tiba saat kelak, engkau akan membasahi sepotong kayu dengan darahku," kata Junaid kepada Hallaj.

"Sewaktu aku membasahi sepotong kayu itu engkau akan mengenakan pakaian golongan formalis," balas Hallaj.

Kata-kata mereka terbukti kebenarannya. Sewaktu para cerdik pandai yang terkemuka mengambil kesepakatan bahwa al Hallaj harus dihukum, Junaid sedang mengenakan jubah sufi dan karena itu ia tidak mau memberi tanda tangannya. Khalifah menyatakan bahwa mereka perlu mendapatkan tanda tangan Junaid. Maka pergilah Junaid untuk mengenakan sorban dan jubah kaum ilmuwan. Kemudian ia kembali ke madrasah dan menandatangani surat keputusan itu. Junaid menuliskan, "Kami memutuskan sesuai dengan hal-hal yang terlihat. Mengenai kebenaran yang terbenam di dalam qalbu, hanya Allah yang Maha Tahu."

Ketika Junaid tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaannya, Hallaj menjadi jengkel dan pergi menuju Tustar tanpa pamit. Di sini ia tinggal selama setahun dan mendapat sambutan luas. Karena Hallaj kurang acuh terhadap doktrin yang populer pada masa itu, para theolog sangat benci kepadanya. Sementara 'Amr bin 'Utsman menyurati orang-orang Khuzistan dan memburuk-burukan nama Hallaj. Tetapi Hallaj sendiri sebenarnya sudah bosan di tempat itu. Pakaian sufi dilepaskannya dan ia mencebur ke dalam pergaulan orang-orang yang mementingkan duniawi. Tetapi pergaulan ini tidak mempengaruhi dirinya. Lima tahun kemudian ia menghilang. Sebagian waktunya dilewatinya di Khurasan dan Transoxiana, dan sebagian lagi di Sistan.

Kemudian Hallaj kembali ke Ahwaz, khutbah-khutbahnya disambut baik oleh kalangan atas maupun rakyat banyak. Di dalam khutbah-khutbahnya itu ia mengajarkan rahasia-rahasia manusia sehingga ia dijuluki sebagai Hallaj yang mengetahui rahasia-rahasia. Setelah itu ia mengenakan jubah guru sufi yang lusuh dan pergi ke tanah suci bersama-sama dengan orang-orang yang berpakaian seperti dia. Ketika ia sampai ke kota Makkah, Ya'qub an Nahrajuri menuduhnya sebagai tukang sihir. Oleh karena itu Hallaj kembali ke Bashrah dan setelah itu ke Ahwaz.

"Kini telah tiba saatnya aku harus pergi ke negeri-negeri yang penduduknya bertuhan banyak untuk menyeru mereka ke jalan Allah," kata Hallaj.

Maka berangkatlah ia ke India, Transoxiana dan Cina untuk menyeru mereka ke jalan Allah dan memberikan pelajaran-pelajaran kepada mereka. Setelah ia meninggalkan negeri-negeri itu banyaklah orang-orang dari sana yang berkirim surat kepadanya. Orang-orang India menyebut Hallaj sebagai Abgul Mughits, orang-orang Cina menyebutnya Abul Mu’in, dan orang-orang Khurasan menyebutnya Abul Muhr, orang-orang Fars menyebutnya Abu 'Abdullah, dan orang-orang Khuzistan menyebutnya Hallaj Yang mengetahui Rahasia-rahasia. Di kota Baghdad ia dijuluki sebagai Mustaslim dan di kota Bashrah sebagai Mukhabar.

Semangat Hallaj

Setelah itu banyak cerita-cerita orang mengenai Hallaj. Maka berangkatlah ia ke Makkah dan menetap di sana selama dua tahun. Ketika kembali, Hallaj telah mengalami banyak perubahan dan menyerukan kebenaran dengan kata-kata yang membingungkan siapa pun jua. Orang-orang mengatakan bahwa Hallaj pernah diusir dari lebih lima puluh kota.

Mengenai diri Hallaj, orang-orang terpecah dua, orang-orang yang menentang dan mendukung Hallaj sama banyaknya. Dan mereka telah menyaksikan keajaiban-keajaiban yang dilakukan oleh Hallaj. Tetapi lidah fitnah menyerangnya dan ucapan-ucapannya disampaikan orang kepada khalifah. Akhirnya semua pihak sependapat bahwa Hallaj harus dihukum mati karena menyatakan Akulah yang Haq.

"Katakan, hanya Dia-lah yang Haq," mereka berseru kepada Hallaj.

"Ya, Dia-lah Segalanya," jawab Hallaj, "kalian mengatakan bahwa Dia telah hilang. Sebaliknya, Husain-lah yang telah hilang. Samudera tidak akan hilang atau menyusut airnya."

"Kata-kata yang diucapkan Hallaj ini mengandung makna-makna esoterik," kata mereka kepada Junaid.

"Bunuhlah Hallaj," jawab Junaid "pada zaman ini kita tidak memerlukan makna-makna esoterik."

Kemudian kelompok theolog yang menentang Hallaj menyampaikan ucapan-ucapannya yang diputarbalikkan kepada Mu'tsahim. Mereka berhasil membuat wazir 'Ali bin Isa menentang Hallaj. Khalifah memberikan perintah agar Hallaj dijebloskan ke dalam penjara. Setahun lamanya Hallaj mendekam di dalam penjara, tetapi orang tetap mengunjungi dan meminta nasihatnya sehubungan dengan masalah-masalah yang mereka hadapi. Kemudian dikeluarkanlah larangan untuk mengunjungi Hallaj di dalam penjara. Selama lima bulan tidak ada yang datang kepadanya kecuali Ibnu Atha dan Ibnu Khafif, masing-masing sekali. Pada suatu kali Ibnu Atha' menyurati Hallaj, "Guru, mohonkanlah ampunan karena kata-kata yang telah engkau ucapkan, sehingga engkau dapat dibebaskan."

"Katakanlah kepada Ibnu Atha'," jawab Hallaj, "siapakah yang menyuruhku untuk minta maaf."

Mendengar jawaban ini Ibnu Atha' tidak dapat menahan. tangisnya. Kemudian ia berkata, "Dibandingkan dengan Hallaj kita lebih hina daripada debu."

Orang-orang mengatakan, bahwa pada malam pertama Hallaj dipenjarakan, para penjaga mendatangi kamar tahanannya, tetapi mereka tidak menemukan dirinya. Seluruh penjara mereka geledah, namun sia-sia saja. Pada malam kedua, betapa pun mereka mencari, mereka tidak menemukan Hallaj dan kamar tahanannya. Pada malam ketiga barulah mereka dapat menemukan Hallaj di dalam kamarnya.

Para penjaga bertanya kepada Hallaj, "Di manakah engkau pada malam pertama, dan di manakah engkau beserta kamar tahananmu pada malam yang kedua? Tetapi kini engkau dan kamar tahananmu telah ada pula di sini, mengapakah bisa demikian?"

"Pada malam pertama," kata Hallaj, "aku pergi, ke hadirat Allah, oleh karena itu aku tidak ada di tempat ini. Pada malam kedua Allah berada di tempat ini oleh karena itu aku dan kamar tahananku ini menjadi sirna. Pada malam ketiga aku disuruh kembali ke tempat ini agar hukum-Nya dapat dilaksanakan. Kini laksanakanlah kewajiban kalian."

Ketika Hallaj dijebloskan ke dalam penjara, ada tiga ratus orang yang dikurung di tempat itu. Malam itu Hallaj berkata kepada mereka, "Maukah kalian jika aku membebaskan kalian?''

"Mengapa engkau tidak membebaskan dirimu sendiri?" jawab mereka.

"Aku adalah tawanan Allah. Aku adalah penjaga pintu keselamatan," jawab Hallaj. "Jika kuhendaki, dengan sebuah gerak isyarat saja semua belenggu yang mengikat kalian dapat kuputuskan."

Kemudian Hallaj membuat gerakan dengan jarinya dan putuslah semua belenggu mereka. Tawanan-tawanan itu bertanya pula, "Kemanakah kami harus pergi, pintu penjara masih terkunci."

Kembali Hallaj membuat sebuah gerakan dan seketika itu juga terlihatlah sebuah celah di tembok penjara.

"Sekarang pergilah kalian!" seru Hallaj.

"Apakah engkau tidak turut beserta kami?" mereka bertanya.

"Tidak," jawab Hallaj, "aku mempunyai sebuah rahasia dengan Dia, yang tidak dapat disampaikan kecuali di atas tiang gantungan."

Esok harinya para penjaga bertanya kepada Hallaj, "Kemanakah semua tahanan di sini?"

"Aku telah membebaskan mereka," jawab Hallaj.

Engkau sendiri, mengapa tidak meninggalkan tempat ini?" tanya mereka.

"Dengan berbuat demikian, Allah akan mencela diriku. Oleh karena itu aku tidak melarikan diri."

Kejadian ini disampaikan kepada Khalifah. Khalifah berseru, "Pasti akan timbul kerusuhan. Bunuhlah Hallaj atau pukullah dia dengan kayu sehingga ia menarik ucapan-ucapannya kembali."

Tiga ratus kali Hallaj dipukul dengan kayu. Setiap kali tubuhnya dipukul terdengar sebuah suara lantang yang berseru, "Janganlah takut wahai putera Manshur."

Kemudian ia digiring ke panggung penghukuman. Dengan menyeret tiga belas rantai yang membelenggu dirinya, Hallaj berjalan dengan mengacung-acungkan kedua tangannya.

"Mengapa engkau melangkah demikian angkuhnya?" jawabnya. Kemudian dengan suara lantang ia bersenandung.

Sahabat karibku jangan engkau katakan lalim.
Seperti untuk dirinya sendiri disajikannya aku minuman yang terbaik,
Seperti yang dilakukan tuan rumah yang pemurah kepada tamunya;
Dan apabila perjamuan selesai sudah,
dimintanya pedang dan segulung kertas.
Demikianlah takdir seseorang yang minum berlebih-lebihan.
Bersama Draco di musim panas.

Ketika mereka sampai ke panggung penghukuman di bab at Taq, Hallaj mencium panggung itu sebelum naik ke atasnya. "Bagaimanakah perasaanmu pada saat ini?" mereka menggoda Hallaj.

"Kenaikan bagi manusia-manusia sejati adalah di puncak tiang gantungan," jawab Hallaj.

Ketika itu Hallaj mengenakan sebuah celana dan sebuah mantel. Ia menghadap ke arah kota Makkah, mengangkat kedua tangannya dan berdoa kepada Allah.

"Yang diketahui-Nya tidak diketahui oleh siapa pun juga" Hallaj berkata dan naik ke atas.

Sekelompok murid-muridnya bertanya, "Apakah yang dapat engkau katakan mengenai kami murid-muridmu ini dan orang-orang yang mengutukmu dan hendak merajammu itu?"

"Mereka akan memperoleh dua buah ganjaran tetapi kalian hanya sebuah," jawab Hallaj. "Kalian hanya berpihak kepadaku, tetapi mereka terdorong oleh iman yang teguh kepada Allah Yang Maha Esa untuk mempertahankan kewibawaan hukum-Nya."

Syibli datang dan berdiri di depan Hallaj, "Bukankah Kami telah melarang engkau.................?" Kemudian ia bertanya kepada Hallaj "Apakah sufisme itu?"

“Bagian terendah dari sufisme adalah hal yang dapat kau saksikan ini," jawab Hallaj.

"Dan bagian yang lebih tinggi?” tanya Syibli.

"Bagian itu takkan terjangkau olehmu," jawab Hallaj.

Kemudian semua penonton mulai melempari Hallaj dengan batu. Agar sesuai dengan perbuatan orang ramai, Syibli melontarkan sekepal tanah dan Hallaj mengeluh.

"Engkau tidak mengeluh ketika tubuhmu dilempari batu," orang-orang bertanya kepadanya. "Tetapi mengeluh karena sekepal tanah?"

"Karena orang yang merajamku dengan batu tidak menyadari perbuatan mereka. Mereka dapat dimaafkan. Tetapi tanah yang dilemparkan ke tubuhku itu sungguh menyakitkan karena ia tahu bahwa seharusnya ia tidak melakukan hal itu."

Kemudian kedua tangan Hallaj dipotong, tetapi ia tertawa.

"Mengapa engkau tertawa?" orang-orang bertanya kepadanya.

"Memotong tangan seseorang yang terbelengu adalah gampang," jawab Hallaj, "seorang manusia sejati adalah seorang yang memotong tangan yang memindahkan mahkota aspirasi dari atas tahta."

Kemudian kedua kakinya dipotong. Al Hallaj tersenyum.

"Dengan kedua kaki ini aku berjalan di atas bumi," ia berkata.
"Aku masih mempunyai dua buah kaki yang lain, dua buah kaki yang pada saat ini sedang berjalan menuju Surga. Jika kalian sanggup, putuskanlah kedua kaki itu!"

Kemudian kedua tangannya yang buntung itu disapukannya ke mukanya, sehingga muka dan lengannya basah oleh darah.

"Mengapa engkau berbuat demikian?" orang-orang bertanya.

Hallaj menjawab, "Telah banyak darahku yang tertumpah. Aku menyadari tentulah wajahku telah berubah pucat dan kalian akan menyangka bahwa kepucatan itu karena aku takut. Maka kusapukan darah ke wajahku agar tampak segar di mata kalian. Pupur para pahlawan adalah darah mereka sendiri."

"Tetapi mengapakah engkau membasahi lenganmu dengan darah pula?"

"Aku bersuci."
"Bersuci untuk shalat apa?"
"Jika seseorang hendak shalat sunnat dua raka'at karena cinta kepada Allah," jawab Hallaj, "bersucinya tidak cukup sempurna jika tidak menggunakan darah."

Kemudian kedua biji matanya dicungkil. Orang ramai gempar. Sebagian menangis dan sebagian lagi terus melemparinya dengan batu. Ketika lidahnya hendak dipotong, barulah Hallaj bermohon, "Bersabarlah sebentar, berilah aku kesempatan untuk mengucapkan sepatah dua patah kata." Kemudian dengan wajah menengadah keatas. Hallaj berseru, "Ya Allah, janganlah Engkau usir mereka (di akhirat nanti) karena mereka telah menganiaya aku dengan Engkau juga, dan janganlah Engkau cegah mereka untuk menikmati kebahagiaan ini. Segala puji bagi Allah, karena mereka telah memotong kedua kakiku yang sedang berjalan di atas jalan-Mu. Dan apabila mereka memenggal kepalaku, berarti mereka telah mengangkatkan kepalaku ke atas tiang gantungan untuk merenungi keagungan-Mu."

Kemudian telinga dan hidungnya dipotong. Pada suatu itu muncullah seorang wanita tua yang sedang membawa kendi. Melihat keadaan Hallaj itu, si wanita berseru, "Mampuskanlah dia. Apakah hak si pencuci bulu domba ini untuk berbicara mengenai Allah?"

Kata-kata terakhir yang diucapkan Hallaj adalah: "Cinta kepada Yang Maha Esa adalah melebur ke dalam Yang Esa."

Kemudian disenandungkannya ayat berikut:

"Orang-orang yang tidak mempercayai-Nya ingin segera mendapatkan-Nya tetapi orang-orang yang mempercayai-Nya takut kepada-Nya sedang mereka mengetahui kebenaran-Nya."

Itulah ucapan yang terakhir. Kemudian mereka memotong lidahnya. Ketika tiba saatnya shalat, barulah mereka memenggal kepala al Hallaj. Ketika dipenggal itu Hallaj masih tampak tersenyum. Sesaat kemudian ia pun mati.

Orang ramai menjadi gempar. Hallaj telah membawa bola takdir ke padang kepasrahan. Dan dari setiap anggota tubuhnya terdengar kata-kata: "Akulah yang Haq."

Keesokan harinya mereka berkata, "Fitnah ini akan menjadi Lebih besar daripada ketika ia masih hidup,' Maka mayat al Hallaj dibakarlah oleh mereka. Dari abu pembakaran mayatnya terdengar seruan, "Akulah yang haq." Bahkan ketika bagian-bagian tubuhnya dipotong, setiap tetes darahnya membentuk perkataan Allah. Mereka menjadi bingung dan membuang abu itu sungai Tigris. Ketika abu-abunya mengambang di permukaan air, dari abu-abu itu terdengar ucapan, "Akulah yang Haq."

Ketika ia masih hidup, Hallaj pernah berkata, "Apabila mereka membuang abu pembakaran mayatku ke sungai Tigris, kota Baghdad akan terancam air bah. Taruhlah jubahku di tepi sungai agar Baghdad tidak binasa."

Seorang hambanya, setelah menyaksikan betapa air sungai mulai menggelora, segera mengambil jubah tuannya dan menaruh jubah itu di pinggir sungai Tigris. Air sungai mereda kembali dan abu-abu itu tidak berwarna lagi. Kemudian orang-orang mengumpulkan abu-abunya dan menguburkannya.


Sumber:
Tadzkiratul Awliya’ (Kisah Teladan Kehidupan Para Wali Allah) – Fariduddin al Attar

2025-03-27

Habib Kope Wali Majdub Pontianak

Nama asli beliau Habib Muhammad Bin Sholeh Al Qadry yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Habib Kope. Beliau tinggal di Pontianak.



Kisah Kewalian Al Habib Ja’far Bin Muhammad Al Kaff Sang Wali Majdub Semarang


Nama beliau adalah Habib Ja’far Bin Muhammad bin Hamid bin Umar Alkaff dari Semarang, Jawa Tengah, Indonesia.


Beliau adalah seorang wali Allah yang besar. Maqamnya adalah Majdub.


Beliau seorang wali Allah yang khoriqul adah. Kebiasaannya membuang fulus kelaut puluhan juta ratusan juta hingga milyaran dibuang kelaut.


Berikut informasi mengenai Al Habib Ja’far Bin Muhammad Al Kaff, yang diperoleh dari beberapa sumber:


Habib Yusuf Ba’Abud
https://www.facebook.com/profile.php?id=100003793045778


Habib Ja’far bin Muhammad Al-Kaff aslinya dari Kudus. Rumah kediaman abah beliau di desa Dema’an Kota Kudus. Beliau lahir di Kudus. Jadi wali diangkat maqamnya oleh Allah juga di Kudus, majdubnya juga di Kudus.


Yang membimbing beliau adalah Nabiyullah Khodir Balya bin Malkan.


Ana sering (tiap Jum’at tanggal 1 bulan miladi) ikut maulid di rumah beliau, bersama Habib Hamid bin Muhammad Al-Kaff (kakak beliau), Habib Muhammad Syafiq Al-Kaff (keponakan beliau).


Beliau berpindah-pindah tempat, dari Kudus ke Semarang, Jakarta (diminta Susilo Bambang Yudhoyono untuk membantu mensukseskan pencalonan presiden tahap I).


Dan terus muter-muter antara Jakarta dan Semarang. Seakan-akan beliau asal dari Semarang.


Rumah beliau dekat dengan rumah ana. Dulu juga abah ana semasa hidup sering didatangi beliau, dan sebaliknya. Dimintai pendapat atau hanya sekedar kalam-kalam.


Zen Aljufri
https://www.facebook.com/zen.aljufri.5


Beliau adalah kecintaan Gus Dur dan Yusuf Kalla serta beberapa Kapolri, rumahnya tidak pernah sepi dari tamu, suatu hal yang unik dari beliau adalah tidak dikaruniai sifat lupa, hampir tidak pernah lupa, tamu setiap harinya tidak kurang dari 50 orang dari berbagai penjuru tanah air, tapi kalau sudah pernah menyebutkan namanya satu kali saja, meskipun tidak pernah bertemu lagi bertahun-tahun masih ingat nama orang tersebut. Bisa dibayangkan berapa ribu nama yang ada di memori kepalanya.


Saat ini lebih banyak di Jakarta dari pada di Kudus, yang tahu adalah adik kandungnya yang bernama Ahmad Alkaff


Kodrat Sugih
https://www.facebook.com/kodrat.sugih


Beliau sekarang tinggal di belakang kebon binatang Ragunan, komplek Polri, tanya aja kalo dah sampe daerah situ. ana sering ke tempat beliau diajak oleh sepupu beliau Habib Ali Alhamid. yang unik kalo masuk ke rumah beliau, kita akan melihat ayam-ayam dan burung-burung kesayangan beliau yang sangat banyak di halaman dan garasi beliau, dan yang ana liat sendiri semuanya nurut sama Habib Ja’far. Sedangkan mobil Alphard dan Mercy beliau diluar pagar rumah kehujanan dan kepanasan gak diurus.


Beliau ini yang selalu tidur di maqom Sunan Kudus dan konon ta’lim langsung dengan Sunan Kudus, berpenampilan eksentrik dengan selalu memakai kemeja lengan panjang, rambut gondrong, celana bahan, sendal jepit, kupiah hitam dan kuku jari tangan yang panjang, kehinaan dimata awam menutupi kemuliaan dan ketinggian derajat kewaliannya. Subhanallah. (https://ceritaparawali.wordpress.com)


Doa Habib Ja'far Al Kaff Untuk Indonesia




Habib Ja'far Al Kaff Ketika Membimbing Murid

Habib Jakfar Alkaff Kudus, terkenal memiliki kebiasaan jadzab (berbuat aneh). Meskipun jadzab, ternyata beliau sering  juga mernahake ( bahasa Salik nya adalah mentarbiyyah/membimbing)  para muhibbin ( pecinta)  beliau.  Salah seorang muhibbinnya dipanggil beliau dan dikasih uang.


'' Ji ... ini duit buat kamu.  Buat beli For tuner, ya?  '' Kata Habib Ja'far.
'' Njih,  bib '' Kata Pak Kaji sambil menghitung jumlah uang pemberian Habib. Totalnya cuma 400 ribu rupiah.
Melihat uang pemberiannya dihitung,  Habib Jakfar berkata ' jangan dihitung, Ji.  Harus ikhlaaas,  ''


Ini pelajaran pertama dari habib ja'far,  bahwa pemberian Allah baik berupa uang ataupun harta yang lain tidak boleh dilihat materi / barangnya.  Juga berapa jumlahnya. Tetapi lihatlah siapa gerangan Dzat yang memberinya. Yakni Allah Ta'ala . Saputangan harganya murah. Tetapi saputangan pemberian kekasih,  tidak ternilai harganya.


Beberapa waktu kemudian,  Habib Jakfar mengajak dia ke tepi laut. Beliau berkata, '' Jii ....ini duit dalam tas semua, ayoh dibuang ke lauuut. Diniati shadaqah Sir/rahasia, yaa?  Diniati shadaqah Sir  yaa?  ''


Bersama salah satu khadim/pembantu,  pak Kaji tersebut membuang lembaran - lembaran uang kelaut. Dia perkirakan tidak kurang dari 20 juta rupiah uang yang dibuang. Muhibbin itu berpikir keras apa makna perbuatan ini, serta apa konteknya dengan dirinya?


Ini pelajaran kedua untuk dirinya,  bahwa bagi seorang Arif billah, antara  uang dan tanah liat  nilainya  tidak ada bedanya . Yang membuat berbeda adalah kecintaan hati kepada salah satu dari keduanya. Jika tidak ada cinta,  ( karena yang dicinta hanyalah Allah)  emas,  uang atau yang lain tidak lagi berharga sehingga tidak layak diuber-uber apalagi dicinta.


Perbuatan membuang uang kelaut, pernah menjadi sasaran kritik Ibnul Qayyim kepada kaum Sufiyyah yang melakukannya. Karena perbuaan tersebut secara fikih dhahir hukumnya haram disebabkan tadzyi'ul maal /  mensia-siakan harta. Namun Ba'dhul Arifien Quddisa Sirruh, menjawabnya  banyak . Diantaranya :


''Kaum Sufiyyah membuang Harta ke laut, saat mereka mulai merasa hatinya tertambat dengan Harta tersebut. Dan bagi seorang Sufi haram hukumnya mencintai harta dunia, dan bahayanya cinta dunia itu lebih dahsyat dari dosanya mensia-siakan Harta.  Jika ditanya, mengapa tidak disedekahkan saja?  Dijawab bahwa, terhadap sosok Sufi seperti diri  mereka sendiri saja, mereka tidak mempercayai untuk menyerahkan 'dunia',  apalagi terhadap orang lain?  Tuhmah ( kekhawatiran)  tersebut membuat mereka terpaksa membuangnya ke laut. ''


Apa yang dilakukan Habib Ja'far juga selaras dengan hal diatas, dimana beliau ingin mengajari Muhibbinnya, supaya tidak cinta dunia. Dan beliau peraktekkan sendiri didepan matanya,  membuang uang berjuta-juta ketengah laut,  seperti berkata : '' Ji,  jangan kedunyan (cinta dunia). Duit itu bagi seorang yang ' mengerti ' , tidak ada nilainya ''


Kemudian saat akan pulang,  Habib memanggilnya kembali : '' Ji,  kamu punya tanaman dalam pot di pojok Rumah? ''

Pak Kaji menjawab :" Bener,  Bib ''
''Sampai rumah,  Cabuten ae, '' kata beliau.


Pak Kaji langsung tercenung. Bukan heran, Habib Ja'far bisa tahu dia punya tanaman itu,  karena hal-hal kasyaf model begitu sudah biasa dia jumpai dalam diri Habib Jakfar. Tetapi dia tercenung karena dia baru sadar , ini pelajaran penting untuk dirinya dari Habib,  karena beberapa waktu belakangan ini dia sangat suka merawat tanaman tersebut.


''Harganya mahal.  Saya membelinya 7 juta rupiah '' Kata Pak Kaji.


Tampaknya,  dia diajari oleh Habib ja'far: '' Ji,  ji ..... Bebaskan hatimu dari ta'alluq condong dengan tanaman berharga jutaan.  Bersihkan hatimu dari suka mobil Fortuner. Bersihkan hatimu dari kicauan Lovebird.  Bersihkan hatimu dari akik Bacanmu  . Bersihkan hatimu dari wajah Ayu istrimu dan gemesinnya anak-anakmu ...bersihkan ...bersihkan ...bersihkan .... ''

Karomah Gus Akhlis Lirboyo

Gus Akhlis adalah putra bungsu KH Marzuqi Dahlan (Mbah Juqi; menantu Mbah Manaf pendiri Lirboyo. Pengasuh PP Lirboyo generasi kedua) ini perjalanan hidupnya banyak menyimpan kisah nyata maupun kisah misteri.


Diusia anak-anak beliau banyak keanehan pada prilakunya seperti memimpin baris berbaris sejumlah angsa dan di ceramahinya. Anehnya angsa pun nurut layaknya pasukan berbaris dan setia mendengar ceramah.


Semua terdiam, kalo isi ceramah itu lucu angsa bersuara seakan mengerti, lalu diam kembali dan baru bersuara lagi saat ceramah usai kemudian membubarkan diri.


Pada suatu saat Mbah juki bepergian selama beberapa hari meninggalkan rumah. Ketika itu ada beberapa santri yang setiap harinya privat mengaji pada sang kiyai. Entah sudah berapa hari lamanya pengajian itu libur karena mbah Juki sedang pergi.


Suatu hari kang santri sedang berjalan santai di persawahan belakang pondok bertemu dengan Gus Akhlis bemain disana. Lalu ia bertanya: Gus! abah sampun rawuh dereng Gus?


"Uwes!, sampean di tunggu awit maeng" jawab Gus Akhlis.


Santripun bergegas pulang ke asrama dengan buru-buru menyiapkan kitab dan alat mengaji dan secepatnya menuju ndalem untuk privat mengaji.


Begitu masuk ndalem ternyata memang sudah ada sosok yang berselimut sang guru, sedang menunggu ditempat biasanya. Ia langsung duduk dihadapannya dan tidak berani menatap ke arah guru. Terdengar suara mbah Juki


" WES, NDANG DIWOCO!",


Santripun membaca. Namun hingga satu halaman lebih, satu katapun tidak ada yang ditegur salah, tidak seperti biasanya. Karena terasa ganjil akhirnya ia memberanikan diri melirik pada sang kiyai.


Wooww.... la dallaah.. ternyata Gus Akhlis berselimut mbah Juki dan suaranya dibuat mirip sang abah.


Sering ketika Gus Akhlis menginginkan suatu barang yang di jual di toko, beliau akan ambil tanpa bayar, terkadang sang pemilik toko akan telepon ke PP Lirboyo mengabarkan.


Sang pemilik toko tidak akan berani marah-marah karena konon tokonya akan bangkrut. Kasus terakhir yang mengalami kebangkrutan adalah POM Bensin sebelah barat.


Semoga beliau di panjangkan umur sehat wal afiat dan kita mendapat luberan keberkahannya aamiin..


Sejarah Dan Filosofi Ketupat

Konon adalah Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan pada masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga membudayakan 2 kali BAKDA, yaitu: bakda Lebaran dan bakda Kupat yang dimulai seminggu sesudah Lebaran.

Arti Kata Ketupat.

Dalam filosofi Jawa, ketupat memiliki makna khusus.
Ketupat atau KUPAT merupakan kependekan dari:

NGAKU LEPAT dan LAKU PAPAT.
Ngaku lepat artinya MENGAKUI KESALAHAN.
Laku papat artinya EMPAT TINDAKAN.

NGAKU LEPAT.

Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa.
Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.

LAKU PAPAT.
  1. LEBARAN.
  2. LUBERAN.
  3. LEBURAN.
  4. LABURAN.
LEBARAN
Sudah usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. 

LUBERAN
Meluber atau melimpah, ajakan bersedekah untuk kaum miskin. Pengeluaran zakat fitrah.

LEBURAN
Sudah habis dan lebur. Maksudnya dosa dan kesalahan akan melebur habis karena setiap umat islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.

LABURAN
Berasal dari kata labur, dengan kapur yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batinnya.

FILOSOFI KUPAT - LEPET

KUPAT
Kenapa mesti dibungkus JANUR? 

Janur, diambil dari bahasa Arab "Ja'a nur" (telah datang cahaya).
Bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat HATI manusia.
Saat orang sudah mengakui kesalahannya maka hatinya seperti 

KUPAT YANG DIBELAH,
pasti isinya putih bersih,
hati yang tanpa iri dan dengki.

Kenapa?
Karena hatinya sudah dibungkus CAHAYA (ja'a nur). 

LEPET
Lepet = silep kang rapet.
Mangga dipun silep ingkang rapet, mari kita KUBUR/TUTUP YANG RAPAT.
Jadi setelah ngaku lepet, meminta maaf, menutup kesalahan yang sudah dimaafkan, jangan diulang lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya KETAN DALAM LEPET.

Mursyid Kamil Mukammil, Syarat dan Ciri-Cirinya


Mursyid kamil mukammil adalah seorang mursyid yang sudah sempurna dalam wushulnya kepada Allah dan dapat menyempurnakan muridnya untuk juga wushul kepada Allah.

Mursyid kamil mukammil pastilah seorang waliyullah, tetapi sebaliknya, seorang waliyullah belum tentu seorang mursyid. Karena seoarang mursyid mampu menghunjamkan dzikir ke dalam qolbu seorang murid untuk mensucikan qolbunya dan sebagai biji iman yang siap dicangkul, dipupuk, dirawat, disirami sampai tumbuh dan berkembang yang akhirnya akan berbuah manisnya iman.

Dengan biji iman yang ditanamkan ke dalam qolbu yang telah disucikan oleh mursyid kamil mukammil dan diiringi dengan ketekunan, keistiqamahan seorang murid dalam menjalankan petunjuk mursyid, insya Allah akan terjadi perubahan dalam diri seorang murid menuju kemerdekaan yang hakiki iaitu bebas dari segala belenggu penghambaan/perbudakan kepada dan terhadap apapun kecuali hanya kepada ALLAH.

Mursyid akan senantiasa mendoakan, membimbing, mengingatkan, mengarahkan, menuntun perjalanan
murid menuju Allah yang sungguh sangat banyak tipu dayanya.


“Ingatlah, bahwa wali-wali Allah itu tidak pernah takut, juga tidak pernah susah.”


Sebagian tanda dari kewalian adalah tidak adanya rasa takut sedikit pun yang terpancar dalam dirinya, tetapi juga tidak sedikit pun merasa gelisah atau susah. Para Wali ini pun memiliki cahaya Nur Muhammad sesuai dengan tahap atau maqam dimana, mereka ditempatkan dalam Wilayah Ilahi di sana.

Panduan antara kewalian dan kemursyidan inilah yang menjadi prasyarat bagi munculnya seorang Mursyid yang Kamil dan Mukammil di atas.


Dalam kitab Al-Mafaakhirul ‘Aliyah, karya Ahmad bin Muhammad bin ‘Ayyad, ditegaskan, dengan mengutip ungkapan Sulthanul Auliya’ Syekh Abul Hasan asy-Syadzily ra, bahwa syarat-syarat seorang Syekh atau Mursyid yang layak ada lima:


  1. Memiliki sentuhan rasa ruhani yang jelas dan tegas.
  2. Memiliki pengetahuan yang benar.
  3. Memiliki cita (himmah) yang luhur.
  4. Memiliki perilaku ruhani yang diridhoi.
  5. Memiliki matahati yang tajam untuk menunjukkan jalan Ilahi.


Sebaliknya kemursyidan seseorang gugur manakala melakukan salah satu tindakan berikut:

  1. Bodoh terhadap ajaran agama.
  2. Mengabaikan kehormatan ummat Islam.
  3. Melakukan hal-hal yang tidak berguna.
  4. Mengikuti selera hawa nafsu dalam segala tindakan.
  5. Berakhlak buruk tanpa peduli dengan perilakunya.


Syekh Abu Madyan ra menyatakan, siapa pun yang mengaku dirinya mencapai tahap ruhani dalam perilakunya di hadapan Allah Swt. lalu muncul salah satu dari lima karakter di bawah ini, maka, orang ini adalah seorang pendusta ruhani:


  1. Membiarkan dirinya dalam kemaksiatan.
  2. Mempermainkan thaat kepada Allah.
  3. Tamak terhadap sesama makhluk.
  4. Kontra terhadap Ahlullah
  5. Tidak menghormati sesama ummat Islam sebagaimana diperintahkan Allah Swt.


Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili mengatakan, “Siapa yang menunjukkan dirimu kepada dunia, maka ia akan menghancurkan dirimu. Siapa yang menunjukkan dirimu pada amal, ia akan memayahkan dirimu. Dan barangsiapa menunjukkan dirimu kepada Allah Swt. maka, ia pasti menjadi penasihatmu.”


Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengatakan, “Janganlah berguru pada seseorang yang tidak membangkitkan dirimu untuk menuju kepada Allah dan tidak pula menunjukkan wacananya kepadamu, jalan menuju Allah”.


Seorang Mursyid yang hakiki, menurut Asy-Syadzili adalah seorang Mursyid yang tidak memberikan beban berat kepada para muridnya. Dari kalimat ini menunjukkan bahwa banyak para guru sufi yang tidak mengetahui kadar bathin para muridnya, tidak pula mengetahui masa depan kalbu para muridnya, tidak pula mengetahui rahasia Ilahi di balik nurani para muridnya, sehingga guru ini, dengan mudahnya dan gegabahnya memberikan amaliyah atau tugas-tugas yang sangat membebani jasad dan jiwa muridnya. Jika seperti demikian, guru ini bukanlah guru yang hakiki dalam dunia sufi.


Jika secara khusus, sifat para Mursyid sedemikian rupa itu, maka secara umum, mereka pun Memiliki lima prinsip thariqat itu sendiri:


  1. Taqwa kepada Allah swt zahir dan batin.
  2. Mengikuti Sunnah Nabi Saw. baik dalam ucapan maupun tindakan.
  3. Berpaling dari makhluk ketika mereka datang dan pergi.
  4. Ridha kepada Allah, atas anugerah-Nya, baik sedikit maupun banyak.
  5. Dan kembali kepada Allah dalam suka maupun duka.


Manifestasi Taqwa, melalui sikap wara’ dan istiqamah. Perwujudan atas Ittiba’ sunnah Nabi melalui pemeliharaan dan budi pekerti yang baik. Sedangkan perwujudan berpaling dari makhluk melalui kesabaran dan tawakal. Sementara perwujudan ridha kepada Allah, melalui sikap qana’ah dan pasrah sepenuhnya Dan perwujudan terhadap sikap kembali kepada Allah adalah dengan pujian dan rasa syukur dalam keadaan suka, dan mengembalikan kepada-Nya ketika mendapatkan bencana.

Secara keseluruhan, prinsip yang mendasari di atas adalah:

  1. Himmah yang tinggi
  2. Menjaga kehormatan
  3. Bakti yang baik
  4. Melaksanakan prinsip utama; dan
  5. Mengagungkan nikmat Allah Swt.


Bagi para penempuh jalan sufi hendaknya memilih seorang Mursyid yang benar-benar memenuhi ciri di atas, sehingga mampu menghantar dirinya dalam penempuhan menuju kepada Allah Swt.


Rasulullah saw adalah teladan paling sempurna. Ketika hendak menuju kepada Allah dalam Isra’ dan Mi’raj, Rasulullah Saw. senantiasa dibimbing oleh Malaikat Jibril as. Fungsi Jibril di sini sebagai Mursyid di mata kaum sufi. Hal yang sama, ketika Nabiyullah Musa as, ternyata harus diuji melalui bimbingan ruhani seorang Nabi Khidir as. Hubungan Musa dan Khidir adalah hubungan spiritual antara Murid dan Syeikh.


Dalam sebuah kitab kesufian disebutkan bahwa Guru Mursyid yang sah menjadi pewaris Nabi Muhammad SAW diantaranya adalah :


  1. Seorang yang pintar (alim), karena yang bodoh tidak akan mampu memberi Irsyad (Petunjuk)
  2. Tidak mencintai dunia dan pangkat
  3. Baik dalam mendidik Nafsunya (Riyadlotun-Nafsi), seperti sedikit makan dan minum, serta berbicara dan banyak shalat, sedekah serta berpuasa.
  4. Mempunyai sifat dan akhlaq terpuji, seperti : sabar, syukur, tawakkal, yakin, pemurah, qanaah, pengasih, tawadhu, shiddiq, haya, wafa, wiqor dan syukur (untuk lebih jelasnya lihat kitab tersebut).


Dalam kitab Tanwirul Qulub karangan Syeikh Muhammad Amin Kurdi disebutkan bahwa syarat seorang Guru Mursyid Kamil itu ada 24 syarat, yang ringkasnya adalah Sirah Guru Mursyid tersebut seperti sirah (perilaku) Rasulullah SAW. Diantaranya yang 24 itu adalah:

  1. Harus seorang yang alim dalam segala keilmuan yang diperlukan oleh para murid.
  2. Harus seorang yang arif terhadap kesempurnaan kalbu dan adab-adabnya, serta mengetahui segala bencana dan penyakit nafsu serta cara menyembuhkannya.
  3. Seorang yang lemah lembut, pemurah kepada kaum muslimin, khususnya kepada para muridnya. Apabila melihat para muridnya belum mampu untuk melawan nafsunya dan kebiasaannya yang jelek misalnya, Beliau lapang dada terhadap mereka setelah menasihatinya dan bersikap lemah lembut kepadanya sampai mereka mendapat petunjuk.
  4. Selalu menutupi segala yang timbul dari aib yang menimpa para muridnya.
  5. Bersih dari harta para muridnya serta tidak tamak terhadap apa-apa yang ada ditangan para muridnya
  6. Selalu melaksanakan perintah dan menjauhi segala larangan Allah, sehingga segala perkataannya berbekas pada diri para muridnya.
  7. Tidak banyak bergaul dengan para muridnya kecuali sekadar perlu dan selalu mengingatkan hal-hal yang baru dalam hal tarekat dan syariah sebagai upaya membersihkan jiwa dan agar beribadah kepada Allah dengan ibadah yang benar.
  8. Perkataannya bersih dari berbagai kotoran hawa nafsu, senda gurau, dan dari segala yang tidak bermanfaat.
  9. Lemah lembut dan seimbang dalam hak dirinya, sehingga kebesaran dan kehebatannya tidak mempengaruhi dirinya.
  10. Selalu memberi petunjuk kepada para muridnya dalam hal-hal yang dapat memperbaiki keadaannya.


Itulah diantara berbagai ciri-ciri Guru Mursyid Kamil yang akan mendidik kita agar sampai kepada Allah SWT, berdasarkan pengalaman dirinya yang memang Beliau sudah wusul kepada Allah SWT.


MEMILIKI GURU YANG KAMIL MUKAMIL

Hujjatul Islam Al Ghazali berkata:

“Murid” pasti memerlukan Syaikh dan guru yang dijadikan panduan agar menunjukkan padanya jalan yang lurus. Kerana sesungguhnya jalan agama itu samar. Sedangkan jalan-jalan syaitan banyak dan jelas. Siapa saja yang tidak memiliki guru, maka syaitan pasti akan menuntunya menuju jalan-jalan syaitan. Siapa saja yang menyusuri jalan pedalaman gurun yang merusak pengamanan, maka ia telah membahayakan dirinya sendiri dan menghancurkanya. Orang yang menyendiri (tanpa guru) bagaikan pohon yang tumbuh sendiri. Ia akan kering dalam waktu dekat. Andaikan pohon itu bisa bertahan dan berdaunan, maka ia tidak akan berbuah.” (Ihya’ Ulumuddien/III/hal.81).

Syaikh Abul Qasim Al Qusyairiy berkata,
“Kemudian yang wajib atas seorang murid untuk bertatakrama dengan seorang guru. Jika ia tidak memiliki guru, maka ia tidak akan berjaya selamanya. Bagaimana tidak, sedangkan Abu Yazid dengan segala kelebihanya berkata:

"Siapa yang tidak memiliki guru, maka syetan menjadi imamnya.”(Ittihafus Saadaatil Muttaqiin Juz VII hal. 371).


Dengan memiliki seorang ‘guru’, seorang akan mendapat pantauan serta pengawasan spiritual dari Sang Guru sebagaimana pengawasan seorang ibu terhadap anaknya. Sebaliknya, jika ia tidak bernaung di bawah bimbingan seorang guru, maka ia bagaikan seorang buta yang masuk di tengah hutan belantara. Tentunya sangat kecil kemungkinannya ia akan melalui hutan tersebut dengan selamat.


Maka yang terpenting bagi kita adalah sesegera mungkin bersama dengan Guru Kamil Mukamil. Yaitu Guru yang mampu mengantarkan kita wusul kepada Allah dengan aman dan mudah.

Berhati-hatilah Di zaman akhir ini ada istilah baru yaitu wakil juru talqin tanpa seizin pihak yang diwakili, entah ada hal baru apalagi berikutnya, kadang ada orang berani mengaku telah mencapai derajat mursyid padahal belum mencapai maqom ma'rifat, bermodal banyak jamaah dan pengikut, ditambah pengetahuan fiqih dan teori-teori tasawuf, seorang mursyid tidak cukup hanya dengan ilmu fiqih dan teori-teori saja, namun ada pelantikan khusus darjat kemursyidan yang diamanatkan oleh guru mursyid sebelumnya.

Pada zaman ini banyak Mursyid Tarekat yang muncul tetapi hakikatnya tidak memiliki ciri sebagai seorang Mursyid yang wali sebagaimana di atas.


Celakalah kita bila berguru kepada mursyid palsu beruntunglah kita bila Allah telah menunjukkan guru mursyid sejati nanti diakhirat kita berkumpul dibawah bendera sang guru.

Al-fatehah kepada Guru-guru kita yang telah pergi meninggalkan kita....


Aamiin..


2024-10-23

Kitab Munirul Qulub Karangan Syeikh Abdussamad (Teungku Di Cucum)


Tanbeh 17 Anjuran Obat Dosa

Tanbeh 17 merupakan nama lain dari kitab Munirul Qulub, ditulis dengan bahasa Aceh bersajak Karangan Syeikh Abdussamad (Teungku Di Cucum) 1306 H.


Berisi 17 anjuran bagi pencari surga dan penghapus dosa. Tuntunan bagi umat dalam hakikat hidupnya. Isinya cukup mewakili semua aspek ajaran Islam, mulai ilmu tauhid, fiqih, syariat, akhlak serta tasawuf.


Kitab Tambeh Tujoh Blah tidaklah semata-mata menyampaikan Ilmu Keislaman saja, namun adat- istiadat Aceh juga terkandung di dalamnya. Sebab kehidupan rakyat Aceh tidaklah dapat dipisahkan dari ajaran agama Islam.


Kenyataan ini diperkuat dengan petuah leluhur orang Aceh, yang menyatakan: adat ngon agama lagee zat ngon sifeuet (adat dan agama Islam seperti zat dengan sifat, tidak mungkin dapat dipisahkan).


Membaca kitab ini kita diajarkan untuk menjalani hidup seutuhnya sebagai hamba Allah dalam bermasyarakat yang berpedoman pada konsep hablun minallah wa hablun minannas.


Syekh Abdussamad alias Tgk Di Cucum adalah putera seorang ulama yang berasal dari Baghdad, di negara Irak sekarang. Menurut “Tambeh Gohna Nan” karya Tgk Di Cucum – yang belum diberi judul, dijelaskan beliau adalah generasi pertama dari seorang ayah bangsa Arab yang lahir di Aceh.


Dalam kitab itu juga diterangkan, bahwa beliau pernah pulang ke negeri neneknya ke Baghdad. Teungku Di Cucum sempat hidup sampai periode awal Perang Belanda di Aceh (mulai 1289 H).


Hal ini tercermin dari ungkapan dalam “Tambeh Gohna Nan” , bahwa pasukan Belanda menghancurkan Mesjid Tungkop, Aceh Besar yang sedang dibangun dengan tembakan peluru meriam. Sementara Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman sudah syahid saat itu (1891 M).


Kerajaan Belanda menyerang Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1289 H (1873M). Makam Tgk Di Cucum berada di Gampong Cucum, sebuah desa yang terletak di pinggiran jalan antara Kedai Tungkop dengan Kedai Lam Ateuk, Aceh Besar.


Sebagian dari karangan Syekh Abdussamad alias Teungku Di Cucum yang masih dikenal hingga sekarang ialah:


  1. Tambeh Tujoh Blah,
  2. Akhbarun Na’im,
  3. Tambeh Gohna Nan, dan
  4. Furatan Salam.


Bila dalam kitab Akhbarul Na’im dan Tambeh Gohna Nan, memang tercantum nama beliau pada bagian akhir kedua kitab itu, namun tidak demikian bagi kitab Tambeh Tujoh Blah dan Furatan Salam.


Dalam penutup bab 7 Tambeh Tujoh Blah tersebut begini:


”Bahkeu dumnan adab guree, le ka dilee lon hareutoe. Lam Hikayat Akhbarul Na’im, keudeh Polem kalon keudroe”.


Pada penutup bab 11 Tambeh Tujoh Blah disebutkan:


”Bukon sayang dumna rakyat, habeh sisat syaitan rabe. Di ureueng binoe pi sit maklum, meunan keudum hanpeue boehle. Ka dilee lam Furatan Salam, le that macam sambinoe meurawe. Kalheueh sideh lon peuhaba, sinoe teuma hanlon boehle”.


Tambeh Tujoh Blah berisi 17 bab mengenai berbagai bidang ilmu pengetahuan Islam. Susunan berbagai bab itu sebagai berikut :


  1. Iman
  2. Takeuwa
  3. Bek Murtad
  4. Umuruddin
  5. Martabat Ulama
  6. Baron Walidin
  7. Adab Guree
  8. Adab Isteri
  9. Manoe Junub
  10. Hak Jiran
  11. Tangan Murah
  12. Pajoh Riba
  13. Ureueng Malang
  14. Pancuri Seumayang
  15. Tinggai Jumeu’at
  16. Kisah Jadid bin Atha
  17. Adeueb Kubu


1) Sayang Binatang, Konsep Lingkungan Hidup ala Nabi Sulaiman


Mengenai kasih-sayang Nabi Sulaiman kepada binatang, yaitu burung Elang, Kitab Tambeh Tujoh menjelaskan sebagai berikut :


Masa kheurajeun Nabi Sulaiman, taklok seukalian dum latbatat
Troh bak angen nyang han sifeuet, binatang cut sidom lalat
Bak siuroe neu hukom ureueng, teuka inong Kleueng peugah meularat
Jipeu ek seumbah ban manusia, sayeuep dua nyan jiangkat


Geulantoe jaroe dua sayeuep, taeu ‘ajab that jidaulat
Seumbah binatang Tuanku ampon, ulon lhee thon lam meularat
Dicong kayee lon peugot eumpung, kon lon tinggong han meupat-pat
Kayee pikon kayee meuboh, ulonteu piyoh sinan siat


On han lonpot cabeueng han lon creue, hana sapeue na meularat
Aneuk ulon jicok laju, musem timu musem barat
Cuco kutan hai panghulee, puteh ulee tuha kuthat
Neukheun bakpo hai Tuanku, bekle laju jicok leugat


Nyan hajat lon Tuanku ampon. Neu eu jaroe lon dua kuangkat
Habeh haba di Kleueng inong, po neuyue tuengle sigra that
Neuyue angen na rijang troh, jijak pantah mise kilat
Troh angen bak ureueng pokayee, haba meuteuntee troh rijang that


Troh pokayee ubak Nabi, Neu tanyongle pakon jeungkat
Pakon kacok aneuk Kleueng inong, hana keunong hareuem jithat
Nyang raya deesya na katuri, ureueng nyang bri keugob meularat
Aneuk Kleueng inong kacok laju, musem timu musem barat


Teuma seuot ureueng po kayee, e panghulee lon tueng keu ubat


Raya kasiet that aneuk Kleueng, ulon ureueng ahli hekeumat


Menghan jeuet cok wahe Saidi, Kleung bek tabri jideuk meungsiat


Teulheueh nyan beungeh Nabi Sulaiman, pakon meunan kah that jeungkat


Han peue jeungkat hai panghulee, mate kayee habeh meularat


Meungnyo kayee meu-umpung Kleueng, reungkah cabeueng hanjan siat


Meunan jikheuenle po kayee, jimeuteumei jiwoe leugat


Leupah jiwoe pokayee nyan, Nabi Sulaiman neu mufakat


Ka deungo he jen ‘Afeuret, jakleh kawiet kayee sijeungkat


Oh lheueh kawiet kaplah dua, ka geulawa timu barat


Meungnyo jicok aneuk Kleueng lom, hana peuekheun peutrok syarat


Padum lawet teuma leu – eueng, meuseutot Kleueng Madiangkat


Lheueh jitoh boh jikaromle, mangat hate ka seulamat


Aneuk picehle ban laku, adatkon timu musem barat


Jicok puriehle ji sadeue, ‘Afeuret eu jinoe meuhat


Teungoh jimeung-ek lalu lape, troh Geumade jimat tungkat


‘Ohsajan troh ureueng keumade, jibeuetle do’a seulamat


Teungku pocut teuma jikheun, jaroe jitheun nyan hareukat


Diwie rinyeuen toe ngon tameh, mata u rumohle ji angkat


Ban jideungo ureueng keumade, jicok ruti peutron leugat


Ruti siblah teumon jipajoh, hanle jitroh jibri leugat


‘Oh jijok keu ureueng keumade, jisambotle hate mangat that


Ji eu ruti pisit siblah, jazakallah khairan jikheun that


Lheueh nyan jipeurab ubak kayee, purieh dilee kong jiikat


Ji-ek pantah miseue geuplueng, jicok aneuK Kleueng jitron leugat


Jen “Afeuret tahe keudroe, jimeung grak droe hanle kuat


Hankeu ekle kayee jiplah, jijak peugah jiplueng leugat


Tuanku aneuk Kleueng ka jicok lom, meukeumeung teugom jaroe lon geumat


Dua Malaikat mat bak jaroe, lape kamoe teuga gob that


Jaroe lasa ulon ghareb, u Syreb Meugreb geutiek kuat


Jibri seudekah siblah ruti, sidroe faki jipeutroh hajat


Pahla seudeukah siblah ruti, kamoe lape hanle kuat


Ban neudeungo jikheun meunan, Nabi Sulaiman ‘ajab neuthat


Salang bacut sagai jibri, adat meung le beurapa pangkat


Nyang haba Kleueng ngon Sulaiman, bahkeu ‘ohnan dilee siat


Jinoe laen lon peukhaba, ulon kira jalan hareukat


Hankeu payah tuboh anggeeta, meuteumeung laba diakhirat
Laila haillallah, hanlon peugah lagee nyoele


2) Kisah Abi Hurairah, Toleransi Agama pada Masa Rasulullah


Pada hari ini agama Islam sudah berkembang ke segenap penjuru dunia. Umat Islam bukanlah komunitas manusia tertutup, karena ajaran agama Islam memiliki unsur toleransi yang tinggi.


Keadaan ini bukanlah ijtihad baru atau suatu pandangan baru, namun sudah dipraktekkan semasa hayat Nabi Muhammad Saw sendiri. Mengenai hal ini, Kitab Tambeh Tujoh Blah menampilkan kisah Abi Hurairah, sebagai berikut:


Abi Huarairah po riwayat, neubri ingat dum geutanyoe


Rab droenyan na sidroe kafe, biek Yahudi disinan toe


Bak siuroe jijak bak lon, meunoe jikheun ubak kamoe


Ya Abu Hurairah lonna hajat, tulong siat keulon jinoe


Teuma lon seuot meungna lonbri, teuma Yahudi jipeugah peue


‘Oh jipeugah hana lonbri, jiwoe Yahudi hapiet jaroe


Nyang jilakee pina lontroh, hankeu naroh teutap jiwoe


Padum uroe seuleueng nibak nyan, bak janjongan ulon peutoe


Ban neu eu lon Rasulullah, ya Abi Hurairah pakon meunoe


Pakon maksiet keu Potallah, han tapateh lagoe kamoe


Neukheun keulon dinap mata, lon eu muka beungeh hansoe


Peue salah lon he ya Saidi, Ya Habibi peugah jinoe


Na tatupeue gata salah, Yahudi susah jak peugah droe


Ji peugah dak jibak gata, yoh jiteuka bak siuroe


Areuta teuna han tatem bri, jiwoeYahudi hana sapeue


Kareuna Yahudi ureueng sigampong, patot tatulong bek jiwoe droe


Ban neudeungo haba Nabi, neujak cokle neujak jok jinoe


Neujak Intat keu Yahudi, ka neujak bri areuta baroe


Abi Hurairah woe bak Nabi, tron Jebra-I teuma jinoe


Jebra-I kheun bak Rasulullah, Abi Hurairah rab meupaloe


Adat meunghan rijang neujok, han saho tok page dudoe


Page dudoe uroe akhirat, tamong Jannah pitreb didroe


Siribee thon lheueng baksoe laen, dudoe nibak nyan neutamong droe


Geupeutamong Abi Hurairah, meunan tapeugah takheun jinoe


Ban neudeungo khabar Jebra-I, ie mata ile meuteu taloe


Lheueh nyan neumat jaroe Nabi, meusumpahle neukheun meunoe


Deumi sibeuna gata Nabi, dudoe page hanle meunoe


Beurang kajan he ya Saidi, meungna lonbri beurang kapeue


Muhammadur Rasulullah, salang Hurairah sahbat nyang toe


Geutanyoe laen beurapa lagi, he boh hate meugriet dudoe


Tambeh siploh kakeuh simpan,siblah taulan deungo jinoe


jinoe lon kisah ureueng murah, bri seudeukah geunap uroe


Tambeh Tujoh Blah yang ditulis Syekh Abdus Samad yang bergelar Teungku Di Cucum, merupakan salah satu kitab penting dalam upaya mempelajari ajaran agama Islam. Kitab ini ditulis dalam bahasa Aceh dengan memakai huruf Arab Melayu atau Jawi alias Jawoe.