Sesudah memahami tentang sangkan paran dirinya, maka mulailah menggunakan daya kesaktian Dzat. Adapun amalannya sebagai berikut:
1. Menyatukan Kawula – Gusti
Aku lah Dzat Tuhan yang bersifat Esa, meliputi hamba-Ku, manunggal menjadi satu, akan sempurna karena Kodrat-Ku.
2. Menyucikan Dzat
Aku lah Dzat yang Maha Suci, bersifat kekal, yang menguasai segala sesuatu, Sempurna tanpa cacat, semua kembali kepada hakikat-Ku, karena Kodrat-Ku.
3. Mengatur Istana
Aku lah Dzat yang Maha Luhur, menjadi Raja Agung, menguasai dan berkuasa menjadikan istana-Ku yang agung dan mulia. Aku menguasai dengan sempurna dengan kebesaran-Ku, lengkap dengan semua isi kerajaan-Ku. Lengkap pula dengan bala tentara-Ku. Tidak ada kekurangan. Semua terbentang menjadi ciptaan-Ku. Semua yang Kuingin akan terlaksana, semua karena Kodrat-Ku.
4. Merakit
Badan-Ku yang tertinggal di alam dunia, bila telah berada pada zaman keramat bagi yang Maha Agung lagi Mulia maka bulu kulit, daging, darah, tulang dan sumsum akan kembali pada cahaya karena berasal dari cahaya. Sempurna kembali kepada-Ku, karena Kodrat-Ku.
5. Menarik
Anak-Ku semua, ke atas dan ke bawah, semua yang pulang akan kembali pada zaman keramat ke alam masing-masing. Suci mulia semua, sempurna seperti-Ku, karena Kodrat-Ku.
6. Menggulung
Aku jadikan alam dunia beserta isinya ini, dan setelah sampai batas waktunya, maka Aku gulung kembali. Mulia sempurna menjadi satu dengan-Ku kembali, karena Kodrat-Ku.
7. Mendo’akan
Keturunan-Ku yang masih tinggal di alam dunia, semoga semua mendapatkan kegembiraan, kaya dan terhormat. Jangan sampai ada yang kekurangan, semoga selamat sejahtera ke atas dan ke bawah, semua karena Kodrat-Ku.
8. Mengamalkan daya pengasihan
Semua makhluk-Ku melihat dan mendengar, semoga belas kasih kepada-Ku, karena Kodrat-Ku.
9. Menerapkan daya kesaktian
Semua makhluk-Ku yang tidak mengindahkan Aku, semoga mendapat daya kesaktian dari-Ku, karena Kodrat-Ku.
Selama membaca amalan ini dalam hati, tahanlah nafas, lalu lepaskan melalui hidung perlahan-lahan, jangan sampai tergesa-gesa. Berserah dirilah sambil menyesali kesalahan terhadap dzatnya sendiri.
Cara penerapan daya kesaktian dzat dari atas dapat diringkas menjadi satu. Caranya dengan mengambil satu tarikan nafas dan menahannya sambil membaca makna wirid berikut:
Segala macam cahaya, semuanya terliputi oleh Dzat-ku. Aku lah Dzat Gusti yang bersifat Esa. Aku lah Dzat yang Maha suci bersifat kekal. Aku lah Dzat yang Maha Luhur, menjadi Raja Agung lagi Maha Kuasa. Aku berkuasa membinasakan badan-Ku, menarik anak keturunan-Ku, menggulung dunia-Ku, menyebarkan keturunan-Ku, menerapkan rasa kasih kepada hamba-Ku, menganggap anak kepada makhluk-Ku, semuanya karena Kodrat-Ku.
Tidak menjadi masalah meringkas nafas. Yang penting adalah ingat dalam pikiran. Dengan mengamalkan tata cara di atas, maka pada jaman keramat kelak akan terkabul apa yang diinginkan akan terlaksana, karena lenyapnya mudah hingga tinggal wajah. Mudah itu adalah dzat hamba, sedangkan wajah itu adalah Dzat Tuhan yang bersifat kekal.
Setelah menjadi satu antara nafas, tanafas, anfas dan nufus, lalu tariklah perlahan-lahan, berhenti dan diatur di dalam istana Baitul Makmur, yaitu kepala. Di situ akan diciptakan menjadi licin kembali menjadi nukat ghoib.
Artinya yang bersifat jasmani diciptakan hancur menjadi air, lebur menjadi nyawa, lenyap menjadi rahsa dan hilang menjadi cahaya berkilauan tanpa bayangan, dalam keadaan kita yang sejati.
Ketika aliran darah mulai surut, maka seluruh anggota badan akan terasa tidak berdaya. Pandangan mata menjadi kabur, telinga lemas, hidung mengkerut, lidah berkerut, cahaya menjadi pudar dan suara pun lenyap. Tidak dapat lagi melihat, mendengar, mencium dan merasakan.
Hanya tinggal cipta, karena semua telah dihabisi oleh aturan Syariat, Tarekat, Hakikat dan Ma’rifat. Syariat adalah gerakan badan, letaknya di mulut. Tarekat adalah laku hati, letaknya ada di hidung. Hakikat adalah laku nyawa, letaknya ada di telinga. Ma’rifat adalah laku rahsa, letaknya ada di mata. Oleh karena itu, sebenarnya Syariat itu adalah mulut, Tarekat adalah hidung, Hakikat adalah telinga dan Ma’rifat adalah mata.
Mula-mula yang dihapus adalah pengelihatan, seperti suramnya kaca wira’i atau keringnya air zam-zam. Pendengaran telinga diumpamakan seperti gugurnya daun Syajaratul Muntaha atau tersentuhnya Hajar Aswad dengan tanah.
Penciuman hidung diumpamakan seperti runtuhnya Bukit Sinai. Perasaan mulut diumpamakan seperti rusaknya titian Shiratal Mustaqim atau rusaknya Ka’batullah.
Setelah itu, akan terasa nikmat seluruh badan saat mengeluarkan rahsa. Melebihi nikmatnya bersetubuh karena mulai terbuka tabir Tuhan.
Sewaktu tabir terbuka, kelihatanlah jaman Karamatullah. Serasa berada dalam alam ‘Adam Hukmi, lalu datanglah segala cahaya yang meliputi dzat istana.
Pada saat itulah haruslah berpegang pada tekad yang terakhir, seperti halnya huruf Alif yang diberi harakat fatha, kasrah dan dhammah. Maka huruf Alif itu akan berbunyi a - i - u, yang artinya Aku ini urip (Aku ini hidup). Kemudian menciptakan kerinduan pada dzat agar jangan sampai teringat pada semua yang ditinggalkan. (Selanjutnya - Penjelasan Wirid Kesempurnaan)