Mursyid kamil mukammil adalah seorang mursyid yang sudah sempurna dalam wushulnya kepada Allah dan dapat menyempurnakan muridnya untuk juga wushul kepada Allah.
Mursyid kamil mukammil pastilah seorang waliyullah, tetapi sebaliknya, seorang waliyullah belum tentu seorang mursyid. Karena seoarang mursyid mampu menghunjamkan dzikir ke dalam qolbu seorang murid untuk mensucikan qolbunya dan sebagai biji iman yang siap dicangkul, dipupuk, dirawat, disirami sampai tumbuh dan berkembang yang akhirnya akan berbuah manisnya iman.
Dengan biji iman yang ditanamkan ke dalam qolbu yang telah disucikan oleh mursyid kamil mukammil dan diiringi dengan ketekunan, keistiqamahan seorang murid dalam menjalankan petunjuk mursyid, insya Allah akan terjadi perubahan dalam diri seorang murid menuju kemerdekaan yang hakiki iaitu bebas dari segala belenggu penghambaan/perbudakan kepada dan terhadap apapun kecuali hanya kepada ALLAH.
Mursyid akan senantiasa mendoakan, membimbing, mengingatkan, mengarahkan, menuntun perjalanan
murid menuju Allah yang sungguh sangat banyak tipu dayanya.
“Ingatlah, bahwa wali-wali Allah itu tidak pernah takut, juga tidak pernah susah.”
Sebagian tanda dari kewalian adalah tidak adanya rasa takut sedikit pun yang terpancar dalam dirinya, tetapi juga tidak sedikit pun merasa gelisah atau susah. Para Wali ini pun memiliki cahaya Nur Muhammad sesuai dengan tahap atau maqam dimana, mereka ditempatkan dalam Wilayah Ilahi di sana.
Panduan antara kewalian dan kemursyidan inilah yang menjadi prasyarat bagi munculnya seorang Mursyid yang Kamil dan Mukammil di atas.
Dalam kitab Al-Mafaakhirul ‘Aliyah, karya Ahmad bin Muhammad bin ‘Ayyad, ditegaskan, dengan mengutip ungkapan Sulthanul Auliya’ Syekh Abul Hasan asy-Syadzily ra, bahwa syarat-syarat seorang Syekh atau Mursyid yang layak ada lima:
- Memiliki sentuhan rasa ruhani yang jelas dan tegas.
- Memiliki pengetahuan yang benar.
- Memiliki cita (himmah) yang luhur.
- Memiliki perilaku ruhani yang diridhoi.
- Memiliki matahati yang tajam untuk menunjukkan jalan Ilahi.
Sebaliknya kemursyidan seseorang gugur manakala melakukan salah satu tindakan berikut:
- Bodoh terhadap ajaran agama.
- Mengabaikan kehormatan ummat Islam.
- Melakukan hal-hal yang tidak berguna.
- Mengikuti selera hawa nafsu dalam segala tindakan.
- Berakhlak buruk tanpa peduli dengan perilakunya.
Syekh Abu Madyan ra menyatakan, siapa pun yang mengaku dirinya mencapai tahap ruhani dalam perilakunya di hadapan Allah Swt. lalu muncul salah satu dari lima karakter di bawah ini, maka, orang ini adalah seorang pendusta ruhani:
- Membiarkan dirinya dalam kemaksiatan.
- Mempermainkan thaat kepada Allah.
- Tamak terhadap sesama makhluk.
- Kontra terhadap Ahlullah
- Tidak menghormati sesama ummat Islam sebagaimana diperintahkan Allah Swt.
Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili mengatakan, “Siapa yang menunjukkan dirimu kepada dunia, maka ia akan menghancurkan dirimu. Siapa yang menunjukkan dirimu pada amal, ia akan memayahkan dirimu. Dan barangsiapa menunjukkan dirimu kepada Allah Swt. maka, ia pasti menjadi penasihatmu.”
Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengatakan, “Janganlah berguru pada seseorang yang tidak membangkitkan dirimu untuk menuju kepada Allah dan tidak pula menunjukkan wacananya kepadamu, jalan menuju Allah”.
Seorang Mursyid yang hakiki, menurut Asy-Syadzili adalah seorang Mursyid yang tidak memberikan beban berat kepada para muridnya. Dari kalimat ini menunjukkan bahwa banyak para guru sufi yang tidak mengetahui kadar bathin para muridnya, tidak pula mengetahui masa depan kalbu para muridnya, tidak pula mengetahui rahasia Ilahi di balik nurani para muridnya, sehingga guru ini, dengan mudahnya dan gegabahnya memberikan amaliyah atau tugas-tugas yang sangat membebani jasad dan jiwa muridnya. Jika seperti demikian, guru ini bukanlah guru yang hakiki dalam dunia sufi.
Jika secara khusus, sifat para Mursyid sedemikian rupa itu, maka secara umum, mereka pun Memiliki lima prinsip thariqat itu sendiri:
- Taqwa kepada Allah swt zahir dan batin.
- Mengikuti Sunnah Nabi Saw. baik dalam ucapan maupun tindakan.
- Berpaling dari makhluk ketika mereka datang dan pergi.
- Ridha kepada Allah, atas anugerah-Nya, baik sedikit maupun banyak.
- Dan kembali kepada Allah dalam suka maupun duka.
Manifestasi Taqwa, melalui sikap wara’ dan istiqamah. Perwujudan atas Ittiba’ sunnah Nabi melalui pemeliharaan dan budi pekerti yang baik. Sedangkan perwujudan berpaling dari makhluk melalui kesabaran dan tawakal. Sementara perwujudan ridha kepada Allah, melalui sikap qana’ah dan pasrah sepenuhnya Dan perwujudan terhadap sikap kembali kepada Allah adalah dengan pujian dan rasa syukur dalam keadaan suka, dan mengembalikan kepada-Nya ketika mendapatkan bencana.
Secara keseluruhan, prinsip yang mendasari di atas adalah:
- Himmah yang tinggi
- Menjaga kehormatan
- Bakti yang baik
- Melaksanakan prinsip utama; dan
- Mengagungkan nikmat Allah Swt.
Bagi para penempuh jalan sufi hendaknya memilih seorang Mursyid yang benar-benar memenuhi ciri di atas, sehingga mampu menghantar dirinya dalam penempuhan menuju kepada Allah Swt.
Rasulullah saw adalah teladan paling sempurna. Ketika hendak menuju kepada Allah dalam Isra’ dan Mi’raj, Rasulullah Saw. senantiasa dibimbing oleh Malaikat Jibril as. Fungsi Jibril di sini sebagai Mursyid di mata kaum sufi. Hal yang sama, ketika Nabiyullah Musa as, ternyata harus diuji melalui bimbingan ruhani seorang Nabi Khidir as. Hubungan Musa dan Khidir adalah hubungan spiritual antara Murid dan Syeikh.
Dalam sebuah kitab kesufian disebutkan bahwa Guru Mursyid yang sah menjadi pewaris Nabi Muhammad SAW diantaranya adalah :
- Seorang yang pintar (alim), karena yang bodoh tidak akan mampu memberi Irsyad (Petunjuk)
- Tidak mencintai dunia dan pangkat
- Baik dalam mendidik Nafsunya (Riyadlotun-Nafsi), seperti sedikit makan dan minum, serta berbicara dan banyak shalat, sedekah serta berpuasa.
- Mempunyai sifat dan akhlaq terpuji, seperti : sabar, syukur, tawakkal, yakin, pemurah, qanaah, pengasih, tawadhu, shiddiq, haya, wafa, wiqor dan syukur (untuk lebih jelasnya lihat kitab tersebut).
Dalam kitab Tanwirul Qulub karangan Syeikh Muhammad Amin Kurdi disebutkan bahwa syarat seorang Guru Mursyid Kamil itu ada 24 syarat, yang ringkasnya adalah Sirah Guru Mursyid tersebut seperti sirah (perilaku) Rasulullah SAW. Diantaranya yang 24 itu adalah:
- Harus seorang yang alim dalam segala keilmuan yang diperlukan oleh para murid.
- Harus seorang yang arif terhadap kesempurnaan kalbu dan adab-adabnya, serta mengetahui segala bencana dan penyakit nafsu serta cara menyembuhkannya.
- Seorang yang lemah lembut, pemurah kepada kaum muslimin, khususnya kepada para muridnya. Apabila melihat para muridnya belum mampu untuk melawan nafsunya dan kebiasaannya yang jelek misalnya, Beliau lapang dada terhadap mereka setelah menasihatinya dan bersikap lemah lembut kepadanya sampai mereka mendapat petunjuk.
- Selalu menutupi segala yang timbul dari aib yang menimpa para muridnya.
- Bersih dari harta para muridnya serta tidak tamak terhadap apa-apa yang ada ditangan para muridnya
- Selalu melaksanakan perintah dan menjauhi segala larangan Allah, sehingga segala perkataannya berbekas pada diri para muridnya.
- Tidak banyak bergaul dengan para muridnya kecuali sekadar perlu dan selalu mengingatkan hal-hal yang baru dalam hal tarekat dan syariah sebagai upaya membersihkan jiwa dan agar beribadah kepada Allah dengan ibadah yang benar.
- Perkataannya bersih dari berbagai kotoran hawa nafsu, senda gurau, dan dari segala yang tidak bermanfaat.
- Lemah lembut dan seimbang dalam hak dirinya, sehingga kebesaran dan kehebatannya tidak mempengaruhi dirinya.
- Selalu memberi petunjuk kepada para muridnya dalam hal-hal yang dapat memperbaiki keadaannya.
Itulah diantara berbagai ciri-ciri Guru Mursyid Kamil yang akan mendidik kita agar sampai kepada Allah SWT, berdasarkan pengalaman dirinya yang memang Beliau sudah wusul kepada Allah SWT.
MEMILIKI GURU YANG KAMIL MUKAMIL
Hujjatul Islam Al Ghazali berkata:
“Murid” pasti memerlukan Syaikh dan guru yang dijadikan panduan agar menunjukkan padanya jalan yang lurus. Kerana sesungguhnya jalan agama itu samar. Sedangkan jalan-jalan syaitan banyak dan jelas. Siapa saja yang tidak memiliki guru, maka syaitan pasti akan menuntunya menuju jalan-jalan syaitan. Siapa saja yang menyusuri jalan pedalaman gurun yang merusak pengamanan, maka ia telah membahayakan dirinya sendiri dan menghancurkanya. Orang yang menyendiri (tanpa guru) bagaikan pohon yang tumbuh sendiri. Ia akan kering dalam waktu dekat. Andaikan pohon itu bisa bertahan dan berdaunan, maka ia tidak akan berbuah.” (Ihya’ Ulumuddien/III/hal.81).
Syaikh Abul Qasim Al Qusyairiy berkata,
“Kemudian yang wajib atas seorang murid untuk bertatakrama dengan seorang guru. Jika ia tidak memiliki guru, maka ia tidak akan berjaya selamanya. Bagaimana tidak, sedangkan Abu Yazid dengan segala kelebihanya berkata:
"Siapa yang tidak memiliki guru, maka syetan menjadi imamnya.”(Ittihafus Saadaatil Muttaqiin Juz VII hal. 371).
Dengan memiliki seorang ‘guru’, seorang akan mendapat pantauan serta pengawasan spiritual dari Sang Guru sebagaimana pengawasan seorang ibu terhadap anaknya. Sebaliknya, jika ia tidak bernaung di bawah bimbingan seorang guru, maka ia bagaikan seorang buta yang masuk di tengah hutan belantara. Tentunya sangat kecil kemungkinannya ia akan melalui hutan tersebut dengan selamat.
Maka yang terpenting bagi kita adalah sesegera mungkin bersama dengan Guru Kamil Mukamil. Yaitu Guru yang mampu mengantarkan kita wusul kepada Allah dengan aman dan mudah.
Berhati-hatilah Di zaman akhir ini ada istilah baru yaitu wakil juru talqin tanpa seizin pihak yang diwakili, entah ada hal baru apalagi berikutnya, kadang ada orang berani mengaku telah mencapai derajat mursyid padahal belum mencapai maqom ma'rifat, bermodal banyak jamaah dan pengikut, ditambah pengetahuan fiqih dan teori-teori tasawuf, seorang mursyid tidak cukup hanya dengan ilmu fiqih dan teori-teori saja, namun ada pelantikan khusus darjat kemursyidan yang diamanatkan oleh guru mursyid sebelumnya.
Pada zaman ini banyak Mursyid Tarekat yang muncul tetapi hakikatnya tidak memiliki ciri sebagai seorang Mursyid yang wali sebagaimana di atas.
Celakalah kita bila berguru kepada mursyid palsu beruntunglah kita bila Allah telah menunjukkan guru mursyid sejati nanti diakhirat kita berkumpul dibawah bendera sang guru.
Al-fatehah kepada Guru-guru kita yang telah pergi meninggalkan kita....
Aamiin..