Kitab Barencong - Ma’rifat ada tiga bagian:
Pertama: ma’rifat syariat
Kedua: ma’rifat tharikat
Ketiga: ma’rifat hakikat
Apakah perbedaan antara tiga bagian itu:
Pertama: ma’rifat orang ahli syariat itu yaitu: mengenal segala hukum dan mubah, fardhu dan sunat.
kedua: adapun ma’rifat orang dalil tharikat itu yaitu mengenal barang yang seni seperti: ria, ujud, takabur, sum’ah, dan hasad dan Lainnya. Segala sifat mazmumah yang tercela oleh rasa dan mengenal akan kasih sayang Allah Ta’ala kepada hambanya dan mengenal buruk dan baik zahir bathin.
Ketiga: adapun ma’rifat orang ahli hakikat yaitu: antara antazzahu tasybih dan tiada terdinding pandangan zahir dengan yang bathin dan sebaliknya tiada terdinding pandangan bathin akan zahir.
Demikianlah secara ringkasnya saja.
Apakah yang dinamakan syariat dan apapula hakikat? syariat itu tubuh kita dan hakikat itu jiwa, keduanya itu tiada boleh pisah atau bercerai walaupun kita sudah kembali ke alam baqa. Ruh dan badan tiada boleh pisah. Sebab sudah senyawa di dalam badan atau di dalam rasa. Jadi siapa syariat semata dalam hidupnya, maka tiada harapan kumpul dengan ruhnya. Tetapi kalau sudah sampai kepada hakikat tidak mungkin lagi terpisah dengan sifatnya (badannya).
Jadi bagi ahlul hakikat walau bagaimanapun jua bentuknya, tetaplah ia ada syariat inilah arti syariat yang sejati dan mutlak, disini tidak ada tawar menawar lagi, titik.
Syariat tubuh, tharikat nafas, hakikat ruh, dan ma’rifat adalah sir. Inilah yang disebut Af’al. Asma, Sifat, dan Zat kesemuanya ada dalam diri kita lahir bathin. Dan inilah orang yang dahulu disebut: pandangan, pengrasa, pengucap, dan pencium. Kesemua itu bersatu atau bersamaan di dalam di dalam rasa. Jadi siapa sudah mengembalikan hak ta’ala yaitu rasa, maka dialah yang merasa di dalam rasanya dan siapa masih betah dalam rasa Adam, maka tempatnya di neraka karena rasa itu ada tiga martabat, 1. Rasa Allah 2. Rasa Muhammad 3. Rasa Adam.
Demikianlah yang sebenarnya yang dapat hamba sampaikan, dan pilihlah sendiri-sendiri.
Demikianlah yang sebenarnya yang dapat hamba sampaikan, dan pilihlah sendiri-sendiri.
Iman dan Islam
Adapun Islam itu syariat, dan iman itu hakikat, atau dengan kata lain ialah Islam itu zahir dan iman itu bathin, dan bisa juga disebut Islam itu tubuh dan iman itu ruh/nyawa, jadi kalau kita kembalikan kepada asalnya yaitu: ruh dan jasad kembali kepada Nur Muhammad dan Nur Muhammad itu jadi daripada kudrat dan iradatnya. Kalau demikian adanya nyata kepada kita bahwa Nur Muhammad itu jadi daripada nur zat nyata benar bahwa zat itulah bermula segala ujud. Zat itulah bermula segala ujud tidak ada yang ujud hanya Allah dan perbuatan Allah Ta’ala. Jadi Nur Muhammad itu tadi disebut juga dengan hakikat alam, Muhammad, dan hakikat Muhammad ialah hakikat alam. Jadi nyata kepada kita bahwa ujud akal dan ujud Allah, dan ujud Allah ain ujud alam ialah adalah hakikat alam. Jadi alam dan tuhan ialah satu (rahasia). Kalau demikian adanya maka ini dengan alam seluruhnya adalah satu rahasia di kesimpulannya adalah: Allah, Muhammad, Adam ialah satu rahasia insan kamil pun Allah jua. Muhammad dan Adam pun pada hakikatnya, jadi ada hakikatnya manusia ini tuhan dalam rahasia. Syarat dalam beramal. Yang sebenarnya syarat syah beramal ialah: khusyu, ikhlas, dan ihsan (ma’rifat)
Baiklah kita ambil pertengahan saja dahulu ikhlas ada tiga martabat/tiga bagian:
1. Ikhlas orang mubtadi2. Ikhlas orang mutawasit
3. Ikhlas orang muntahi
- Ikhlas orang mubtadi itu ialah; suci daripada riya, ujub, sum’ah dan tujuannya hanya semata karena Allah ta’ala. Maksud dan tujuannya untuk masuk surga dan takut akan neraka. Jenisnya ingin pahala dan menjauhi akan segala dosa.
- Ikhlas orang mutawasit itu ialah: Maha suci dari riya dan sum’ah hanya semata karena Allah dan tidak ingin pahala, hanya mengerjakan suruh dan meningkatkan tengah.
- Ikhlas orang muntahi itu ialah: tiada menilik baginya dari atau amal lainnya, hanya memandang fi’il hakiki kelakuan Allah ta’ala pada dirinya.
Dan mereka tiada merasa lagi ada ujudnya sendiri, semuanya fana zahir dan batinnya. Kehendaknya adalah tidak bersalahan dengan kehendak tuhannya pandangannya manunggal dengan pandangan tuhannya. Kemauannya telah manunggal dengan kemauannya atau tuhannya dan dia seujud, senyawa, serasa, serasi dan serahasia dengan tuhannya. Tuhan menjadi matanya untuk melihat, telinganya untuk mendengar dan lidahnya untuk berkata-kata. Dia menjadi wali Allah dan Allah menjadi walinya. Demikianlah orang yang duduk pada golongan muntahi itu tadi. Inilah yang dimaksud dengan ikhlas, atau khusu' dan ikhlas, dan ihsan. Inilah maqam ahlul akhirat namanya. Untuk menjalani ke maqam muntahi ini kita harus sabar dan ridha apa kehendak Allah Ta’ala saja dan harus menjalani maqam/martabat yang tiga itu seperti yang diterangkan di atas tersebut. Demikianlah keterangan ini.
---oo0oo---
Rahasia – Ma’rifat
Adapun rahasia itu didalam hati, dan hati itu didalam puat, puat itu didalam jantung, dan jantung itu di dalam rahasia Allah.
Tetapi hati, puat, jantung itu sudah lebur kedalam rahasia Allah. Jadi tuhan itu tiada bertempat dan tiada ditempati oleh makhluk siapa yang sangka bahwa tuhan itu bertempat di hati, di puat, di jantung, di arsy, di langit, di surga, atau di manusia, maka orang itu kafir.
Atau rahasia ma’rifat itu tidak terpakai lagi kata-kata yang bagaimanapun, sebab kalau kita masih berpegang kepada kata-kata maka kata-kata itulah yang jadi dinding. Dan yang disebut rahasia Allah itu tadi, pertama rahasia yang berada di dalam jantung itulah yang bernama Allah. Dan yang demikian bernama rahasia Allah, dan kehendaknya, kehendak Allah inilah yang berada dalam puad, dan inilah yang bernama rasa. Karena disitulah tempat akan segala kehendak Allah, lahir atau bathin. Sekali lagi janganlah dipahami bahwa tuhan itu bertempat kepada manusia, atau manusia bertempat kepada tuhan. Untuk membuktikan hilangnya rasa itu. lihatlah contoh orang yang sedang tidur. Semuanya tiada merasa apa-apa lagi. Apalagi yang disebut ini itu sudah tidak ada. Dari itu janganlah lagi akhluk berkehendak, jangan lagi ada Ingatanmu, dan dirimu pun tiada. Maka yang ada itu pun hanya hayat jua adanya. Jadi, disini adalah rahasia Allah itu jadi iradat kepada insan dan kepada hayawan, sekiranya jika rahasia Allah itu dan iradat Allah zahir dan bathin, tidak ada maka disitulah manusia menganggap ada perbuatan dirinya sendirinya. Disinilah hawa nafsu menunggangi manusia. Bukan manusia menunggangi nafsu, tapi nafsulah yang beraku-aku itu dalam setiap kejapan mata. Aku haramkan mulutku, aku kafirkan hatiku, bila aku masih beraku-aku dengan hawa nafsu yang tercela atau dengan nafsu akuan makhluk aku sebagai si penyusun kitab ini bertanggung jawab atas kata-kataku tadi. Siapa yang hendak mengambil boleh dan siapa yang menolak pun boleh.
Tidak ada pakaian dalam agama Allah.
Seorang wali itu tidak beraku-aku lagi kecuali dengan akuan Allah. Bukanlah engkau yang beraku-aku. Dikala engkau beraku-aku tapi Allahlah yang beraku-aku tiada engkau beraku-aku. Jadi yang beraku-aku dikala itu adalah rahasia Allah, bukan engkau dalilnya: wama romaita idjromaita, walakinnallah aroma. Artinya: bukanlah engkau yang melempar dikala engkau melempar, tapi Allahlah yang melempar dikala engkau melempar. Pahamkah. (Selanjutnya - Yang Sebenar Diri)