2017-12-26

Hakikat Manunggaling Tiga Ikan


".....Sang pelayan Makam Sunan Drajat itu bertutur: “Kemunculan gambar ikan berbadan tiga menjadi tanda munculnya wali yang mengguncang dengan akhlaknya".

Beberapa tahun lalu sempat tersentak saat yang mulia Pangersa Abah Aos (Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Al Qodiri An Naqsyabandi Al Kamil Mukamil Qs), menunjukkan gambar ikan berbadan tiga dari sebuah kitab berjudul, “Al-Insan Al-Kamil”.

Ikan saja sudah penuh dengan keistimewaan, terlebih jika itu berjumlah tiga yang di manunggalkan dengan satu kepala.

Setidaknya ada tiga versi symbol ikan berbadan tiga yang bisa kita jumpai saat ini: 

1. Satu di antaranya terdapat pada bendera (Duaja) Keraton Kacirebonan yang sudah ada sejak Tahun 1808 M. Lambang kesultanan Kacirebonan ini bernama "Iwak", singkatan "Ikhlas ing awak", yang bermakna keikhlasan atas ketetapan Tuhan terhadap diri manusia (nafs). Symbol pada lambang tadi juga menggambarkan manunggalnya rasa seorang hamba terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 


Ikan menggambarkan tingkatan seseorang yang sudah mencapai jati diri yang menerima segala ketentuan ketetapan Sang Pencipta. Kepala ikan melambangkan ke-Esa-an. Sedangkan badan ikan melambangkan Zat, Sifat dan Af'al (Perbuatan) Tuhan.

Diatas ikan terdapat mahkota sebagai symbol orang yang mengenal Tuhannya dan yang telah menguasai dengan sebenar-benarnya ilmu makrifat. Orang semacam ini disebut sebagai Tajul Arifin yaitu Mahkota orang-orang arif yang telah mencapai derajat makrifat.

2. Symbol ikan berbadan tiga juga terdapat dalam buku "Sunan Drajat dalam sejarah dan warisan ajarannya" karya Hidayat Ihsan, SH.



Terdapat tulisan Arab Jawa-Pegon di tengah-tengah ketiga ikan. Inti dari tulisan itu menyatakan bahwa meski terlihat secara zhohir ada tiga buntut ikan, tetapi sesungguhnya wujudnya adalah tunggal.

Di atas buntut ikan paling atas tertulis "Allah" dan "Ahadiyyah", bawah sebelah kiri tertulis "Muhammad" dan "Wahdah", bawah sebelah kanan tertulis "Adam" dan "Wahidiyyah".

Ada tiga nama disini: Allah - Adam - Muhammad. Dan ada tiga sifat tertulis: Ahadiyyah - Wahidiyyah - Wahdah.

Kalau "Ahad" itu adalah puncak dari sifat Allah yang berdimensi ke-Maha Esa-an, maka pada "Ahadiyyah" Kemahatunggalan dan Kemahaesaan Allah teraksentuasi, terfokuskan atau diberi penekanan. "Ahad" seperti dalam ayat "Qul Huwallohu Ahad" (Katakanlah, Dia Allah Maha Esa), menunjukkan Kemahatunggalan dan Kemahaesaan Allah. Disini tidaklah dikenal Sifat, Asma' atau Af'al Allah. Baru dalam "Wahdah" muncul kesatuan dalam kesendirian. Disini baru muncul ide penciptaan alam semesta. Dan saat Allah menyatakan "Kun" (jadilah), maka muncullah "Wahidiyyah"

Jadi jika Nama Allah di sandingkan dengan Ahadiyyah, itu karena hanya Dia-lah Sang Maha Tunggal. Wahdah-Nya Allah terdapat pada Muhammad karena cahaya dan ruh Beliaulah yang pertama kali diciptakan sebelum Allah menciptakan yang lain. Dan saat Allah menyatakan "Kun", maka terciptalah "wahidiyyah-Nya" berupa Adam sebagai manusia pertama yang Dia ciptakan setelah makhluk-makhluk lainnya.

Ahadiyyah, Wahdah dan Wahidiyyah merupakan 3 pertama dari Martabat Tujuh, sebuah konsep ketuhanan yang pertama kali dikemukakan oleh Ibnu Fadhilah, seorang sufi dari India. Ajaran ini dipengaruhi oleh Ibn ‘Arabi yang diadopsi oleh para sufi di tanah Jawa. Salah satunya adalah Raden Ngabehi Ranggawarsito. Menurut ajaran Martabat Tujuh, Tuhan menampakkan Diri dalam tujuh tingkatan atau Martabat: AhadiyyahWahdahWahidiyyahArwahMisalAjsam - Insan Kamil.

3. Adapun symbol yang ketiga tentu saja yang sudah akrab di tengah-tengah para Ikhwan Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah PP Suryalaya, “Bahrul Hayat, Lautan Kehidupan”. Tidak ada tambahan teks atau symbol lain di sini kecuali beberapa 'Ibaroh berbahasa Sunda-Jawa dan Arab di tiga tubuh ikan tersebut dengan tulisan Arab-Jawa Pegon. Symbol ini kita ketahui dari Syaikh Mursyid Abah Aos, dari Guru Agung Abah Anom, dari yang mulia Abah Sepuh. Iya...Abah Sepuh adalah Sang pemegang silsilah ke-36. Dimana nanti ada hubungan erat angka 36 ini dengan tiga ikan.


Ikan Dan Peradaban Dunia

Abah Sepuh berwasiat kepada kita sekalian ikhwan khususnya, dengan sebuah wasiat Agung berisi “Rohmatan lil 'alamin, kajembaran Rahmaniyyah”, yang diberi nama "Tanbih"

Dahulu Baginda Rasulullah Saw mendeklarasikan Piagam Madinah, sebagai bentuk komitmen Beliau membangun sebuah peradaban dunia. Maka Tanbih pun merupakan deklarasi sebuah peradaban yang hendak di bangun oleh Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah PP Suryalaya (TQN PP Suryalaya).

Peradaban adalah tatanan dimana masyarakatnya menjunjung tinggi norma, menjalankan ajaran agamanya dengan jujur dan tulus, meletakkan apapun tepat di tempatnya masing-masing, serta menjalankan kewajiban dan haknya dengan sesungguhnya.

Symbol ikan berbadan tiga, dari aspek sosial mengajarkan ke-Bhineka-an. Betapa semua kita berbeda satu dengan lainnya, wujud zhohir kita tampak beraneka ragam, namun sesungguhnya semua mempunyai titik yang satu, semua adalah sama-sama sebagai hamba Tuhan, “Bhineka Tunggal Ika”. Para Pendiri Bangsa Indonesia kiranya sudah faham hakikat symbol ini. Maka mereka taruh “Persatuan Indonesia” sebagai Sila ke-3 dari Pancasila.

Dari aspek politik: apapun partaimu, warna benderamu, itu hanyalah 'badan-badan' ikan yang kepala kemaslahatannya bergabung menjadi satu.

Dari aspek budaya: semua kebudayaan yang ada adalah 'badan-badan' dengan kepala satu, yakni budi-daya, akal-budi.

Dari aspek ekonomi: kaya-miskin adalah buntut-buntut dari satu kepala, tidak ada kaya kalau tidak ada miskin. Bahkan orang kaya kehilangan kemungkinan mendapat surga-Nya jika tidak ada orang miskin.

Bagaimana dari aspek Tauhidnya?

Allah memberi ilham kepada bangsa Arab untuk memberi nama hewan air ini dengan nama "Samak".
Dalam kaidah Hisab Jumal Shugro, nilai Samak (ikan) adalah "sin"=6, "mim"=4, "kaf"=2, di jumlah menjadi 6+4+2 = 12.

Apa itu angka 12?

Seperti yang sudah diketahui bersama, bahwa 12 adalah angka yang mewakili kalimat "Laa ilaaha illallah" dan Ismuz Dzat "Allah"

Kenapa harus ada tiga ikan yang dimanunggalkan?

Banyak tafsir terkait ini. Diantaranya karena 3 adalah Tajfir dari 12 (1+2=3). 3 adalah jumlah jenis huruf yang ada pada Nama Agung "Allah" (Alif-Lam-Ha). Dan dari 3 jenis huruf inilah, Allah menciptakan Kalimat Agung-Nya, yakni Kalimat "Laa ilaaha illallah". Kalimat tahlil ini hanya terdiri dari 3 jenis huruf saja, dan ketiga jenis huruf itu diambil dari Nama Sang Pemiliknya. 

3 (tiga) juga merupakan Rukun Agama: Islam, Iman, Ihsan. Ada 3 Hukum Taklifi: Halal, Haram, Syubhat. Dalam Jalan Sufi dikenal 3 macam: Syari'at, Thoriqot, Haqiqat. Juga Pemaknaan Sufi: Dzakir, Madzkur, Dzikir. Ada 3 Jenis Sufi: Awam, Khosh, Khowasul Khowash. Proses Sufi berlangsung dengan 3 tahap: Takholli, Tahalli, Tajalli. Juga 3 adalah bilangan minimal Dzikir Jahar.

Bila ada tiga ikan, dan satu ikannya bernilai Abjadiyyah = 12, maka tiga ikan berjumlah 36 (12+12+12).
Apa itu 36?

36 (tiga puluh enam) adalah nomor Ahlu Silsilah, yang ditempati oleh Syaikh Abdulloh Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh). Dari cikal bakal Beliaulah Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) disematkan dengan nama Pondok Pesantren Suryalaya. Sebab, Beliaulah Sang pendiri PP Suryalaya. Dari Beliau, Kalimat Tauhid dan Ismudz Dzat disebarkan dan ditanamkan. Nilai-nilai hakiki dari angka 3 diatas diperjuangkan, diajarkan, diamalkan, diamankan dan dilestarikan.

Dan dari Beliau jugalah symbol ikan berbadan tiga diwariskan.

Kita sudah diwariskan banyak hal untuk membangun sebuah peradaban dunia oleh: ‘ikan berbadan tiga TQN PP Suryalaya’ (Abah Sepuh - Abah Anom - Abah Aos).

Bertambah syukur kita karena hingga detik ini masih terus dibimbing, dididik, ditauladani dan diantarkan oleh 1 (satu) dari tiga 'ikan ma'rifat'. Abah Aos bahkan menegaskan hal itu dengan: 1 surah Al Fatihah, 1 surah Al Ikhlas, 1 surah Al Falaq dan 1 surah An Nas, untuk Kejayaan Agama dan Negara serta untuk Peradaban Dunia, disetiap majelis Manaqib, dimanapun dan kapanpun itu.

Kita hanya perlu mengikutinya dengan istiqomah. Agar menjadi bagian dari sejarah penting peradaban dunia yang dibangun oleh Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah PP. Suryalaya, dibawah bimbingan dan petunjuk Guru Agung Sayyid Abah Aos (Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Al Qodiri An Naqsyabandi Al Kamil Mukamil Qs). (Sumber : https://www.facebook.com/i.zidny/posts/971996252819865)

KOMENTAR