2018-09-21

Menelaah Cara Orang Jawa Menghormati Sayyidina Husain


Ada seseorang cucu bertanya: "Mbah, kenapa dalam budaya Jawa pada bulan Suro (Muharram) gak boleh mengadakan pesta hajatan.!? Apakah gara-gara Nyai Roro Kidul setiap bulan Suro mantu.!?" (hajatan kemanten)

Bukan, bukan gara-gara itu nak..

Orang Jawa itu unik dan punya tradisi/budaya dalam setiap menghormati sebuah peristiwa. Jadi gak ada kaitannya dengan Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Selatan di pulau Jawa.

Pada jaman kerajaan Singosari, dan Majapahit masih belum ada kepercayaan adanya Nyi Roro Kidul/Ratu Pantai Selatan. Tapi munculnya Kisah tersebut pada jaman kerajaan Islam Mataram. Jadi sama sekali gak ada kaitannya tentang pelarangan membuat pesta hajatan pernikahan dengan Nyi Roro Kidul/Ratu Pantai Selatan.”

Kemudian cucu tersebut bertanya lagi: "Trus, apa alasannya mbah, kok orang-orang Jawa itu gak mau mengadakan Hajatan Pernikahan dalam bulan Suro/Muharrom mbah.!?"

Begini nak, Orang Jawa itu sangat menghormati Kanjeng Nabi saw dan keluarganya. Pada tanggal 10 Muharrom cucu Kanjeng Nabi Saw yang bernama Sayyidina Husein (orang Jawa menyebutnya Kusen), dibantai dan disembelih di tanah Karbala.

Kemudiam kepala Cucu Kanjeng Nabi saw tersebut ditancapkan ke tombak dan diarak dari Karbala menuju Kufah kemudian diarak lagi menuju istana Yazid bin Muawiyyah.

Sisa-sisa keluarga Kanjeng Nabi saw yang selamat tersebut membuat tradisi menganjurkan setiap bulan Muharrom dijadikan bulan duka cita, sehingga mereka tidak mengadakan pesta hajatan, dalam rangka mengenang tragedi kematian leluhurnya Sayidina Husein dan keluarganya.

Tradisi tersebut dibawa oleh para penyebar agama Islam ke pulau Jawa yang kebanyakan masih keturunan Kanjeng Nabi Saw lewat jalur Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein, dan tradisi tersebut diterima dan dikembangkan dengan pemahaman orang Jawa yaitu dengan membuat simbol dengan Bubur Suro. Adapun warna putih melambangkan Sayyidina Hasan dan merah melambangkan Sayyidina Husain sebagai simbol untuk mengenang cucu Kanjeng Nabi saw.

Cucu tersebut berkata: "Ternyata begitu asal usulnya ya mbah.?? Trus apa kaitannya dalam bulan Suro/Muharrom ini orang Jawa dianjurkan laku prihatin dan mencuci keris dan pusaka lainnya yang dimiliki mbah.!?"

Begini nak, Orang Jawa itu sangat arif dan bijaksana.. Stiap tradisi pasti ada maksud dan tujuannya.

Kenapa dianjurkan laku prihatin dalam bulan Suro.!? Agar kita paham bahwa dalam bulan Suro itu keluarga Kanjeng Nabi saw menderita, Sayyidina Husein dipenggal kepalanya, sedangkan rombongan wanitanya diarak, dilempari, diludahi, dicaci dan dihina. Mulai dari tanah Karbala menuju  kantor Gubenur di Kufah Irak, lalu menuju ke Istana Yazid di Syam.

Jadi bulan Muharrom itu bulan duka citanya keluarga Kanjeng Nabi Saw. Dan sebagai bentuk penghormatan, biasanya orang Jawa itu emoh/gak mau membuat pesta hajatan di bulan Suro ini untuk menghargai dan menghormati keluarga Kanjeng Nabi Saw.

Adapun tradisi mencuci keris dan pusaka lainnya, itu juga sama mempunyai simbol, makna dan pesan bahwa seakan-akan persiapan mau perang melawan musuh.

Hal ini agar kita ingat dengan peristiwa Sayyidina Husein dan beberapa sahabat dan kerabatnya yang masih anak-anak dengan gigihnya melawan musuh-musuhnya, sehingga mereka semuanya terbunuh menjadi Syahid di Karbala.

Itulah cara orang Jawa menghormati Sayyidina Husein. Orang Jawa itu gak paham apa itu Sunni apa itu Syi’ah. Yang dipikir orang Jawa adalah kok ada orang yang mengaku Islam, pengikut Kanjeng Nabi Muhammad Saw, tapi justru anak keturunan Nabinya dibantai dan dihinakan.

Andaikata Sayyidina Husein dulu hidupnya di Jawa, maka orang Jawa akan memuliakan dan menghormatinya. Oleh karena itu setiap bulan Suro/Muharrom, orang Jawa membuat Jenang Kasan dan Kusen (Hasan dan Husein).

Shollu ala nabi Muhammad...

Load comments