2017-09-28

Nur Muhammad Dalam Pandangan Imam al-Ghazali


Gejala kebosanan orang barat akan kehidupan serta kejenuhan akan kehidupan yang serba materi ini, menyebabkan mereka mencari kehidupan rohani, ada yang ke Budha, ke Hindu dan tak sedikit yang mencari kerohanian dalam agama Islam, sehingga adanya kecenderungan manusia untuk kembali mencari nilai-nilai Ilahiyah.

Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya manusia itu adalah makhluk rohani selain makhluk jasmani. Sebagai makhluk jasmani, manusia membutuhkan hal-hal yang bersifat materi, dan sebagai makhluk rohani manusia butuh hal-hal yang bersifat immateri atau rohani.

Sesuai dengan orientasi ajaran tasawuf yang lebih menekankan aspek rohani, maka manusia itu pada dasarnya cenderung ber-tasawuf, dengan kata lain ber-tasawuf adalah fitrah manusia. Karena kecenderungan inilah manusia selalu ingin berbuat baik sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah, maka segala perbuatan yang menyimpang merupakan penyimpangan terhadap fitrahnya.

Dalam agama Islam, tasawuf merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dengan kata lain tanpa tasawuf, Islam hanya akan dikenal atau berfungsi sebagai kontrol etika / moral. Tanpa mampu mendorong pengikutnya untuk menyingkap tabir rahasia yang terkandung dalam perilaku ke-islam-annya itu.

Untuk melalui ajaran tasawuf, seseorang dapat lebih mengenal esensi kemanusiannya yang tercipta dari pancaran Nur Ilahi. Apabila Tuhan telah menembus hati hamba-Nya dengan nur-Nya, maka berlimpah ruahlah rahmat dan karunia-Nya. Pada tingkat ini, hati hamba Allah akan bercahaya terang benderang, dadanya terbuka luas dan lapang, dan terangkatlah tabir rahasia alam malakut dengan karunia rahmat itu. Pada tataran ini, hakikat Ketuhanan menjadi kian jelas yang selama ini tertutup oleh kekotoran jiwanya. 

Konsep Nur Muhammad itu merupakan wadah tajalli (penampakan diri) Tuhan, bahkan, ia juga sebagai pintu menuju Tuhan. Buah Nur Muhammad adalah insan kamil (manusia sempurna) yang tercermin dalam diri Nabi Muhamad SAW dan dari sanalah awal ciptaan Allah.

Imam al-Ghazali menerangkan kata ”Nur” memiliki empat pengertian:
  1. Cahaya yang mewujud nyatakan sesuatu sehingga dapat dijangkau oleh penglihatan, sedangkan Nur itu sendiri tidak dapat melihat diri, seperti cahaya matahari.
  2. Cahaya penglihatan, dapat menampakkan segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh penglihatan dan ia sendiri dapat melihatnya.
  3. Cahaya aqli yaitu yang dapat mewujud nyatakan segala sesuatu yang rasional yang tersembunyi bagi penglihatan pada kegelapan kenyataan, dan Nur itu dapat menjangkau dan melihatnya.
  4. Nur al-Haq (Allah) yang mewujud nyatakan segala sesuatu yang tidak nampak dan tersembunyi bagi penglihatan pada ketidakadaan, seperti malaikat.
Surat an-Nuur ayat 35:

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah sebuah lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Surat al-Maidah ayat 15:

“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya (Nabi Muhammad SAW) dari Allah dan kitab yang menerangkannya”

Surat al-A’raf ayat 172:

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Tuhanmu?”. Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.

Load comments